TANTANGAN GURU MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL

Print Friendly and PDF

TANTANGAN GURU MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL

Oleh: Aditya Nugraha Pratama

SDN 1 Bulusari, Slogohimo, Wonogiri Jawa Tengah

Aditya Nugraha Pratama


       Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi guru kecuali hanya mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing para guru serta produk-produk akademik dan layanan lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan. Hanya melalui pendidikan yang benar bangsa ini dapat membebaskan diri dari belenggu krisis multidimensi yang berkepanjangan. Melalu pendidikan bangsa ini bisa membebaskan masyarakat dari kemiskinan, dan keterpurukan. Melalui pendidikan pula, bangsa ini mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki rasa percaya diri untuk bersanding dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia, bahkan dalam dalam era kesemrawutan global.

       Tanpa pendidikan yang kuat, dapat dipastikan bangsa Indonesia akan terus tenggelam dalam keterpurukan. Salah satu kunci penting dalam membangun kualitas pendidikan adalah guru. Supardi mengatakan bahwa guru sangat menentukan keberhasilan pendidikan suatu negara. Bahkan guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memilih peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Selain itu, keberadaan guru merupakan faktor yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih dalam era kontemporer ini.

       Oleh karena itu keberadaan guru yang profesional merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Merekalah yang akan menghantarkan anak-anak Indonesia menjadi masyarakat cerdas, kreatif, inovatif, memiliki ketrampilan atau keahlian, dan juga memiliki integritas kuat untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa besar yang dihargai oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Kurikulum yang baik, tidak akan bermakna apa-apa untuk prestasi akademik siswa dan mahasiswa, jika guru atau dosennya tidak profesional. Gedung sekolah yang baik tidak akan bisa menghantarkan para siswanya menjadi anak-anak cerdas berdaya saing, jika gurunya tidak profesional. Kampus yang megah tidak akan mampu melahirkan sarjana cerdas, berdaya saing jika guru tidak profesional.

       Guru adalah tulang punggung pendidikan, formal maupun non formal. Maju mundurnya Sekolah dan madrasah, sangat tergantung pada profesionalisme para gurunya. Sebaik-baik input calon siswa sekolah/madrasah jika didampingi para guru yang tidak profesional, tidak akan mampu menghantarkan mereka menjadi siswa-siswa berprestasi, cerdas dan memiliki daya saing yang kuat. Oleh sebab itu, UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pengertian ini membatasi guru dalam dua ranah yang sangat spesifik, yakni bahwa guru adalah guru pada pendidikan formal. Dengan demikian, para pendidik di pendidikan non formal tidak disebut guru. Mereka memiliki sebutan lain yang spesifik, seperti tutor, trainer, atau sebutan-sebutan lain yang lazim di pesantren, pendidikan diniyah dan juga di majelis ta’lim. Kemudian, guru juga hanya digunakan untuk para pendidik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah, sementara untuk pendidikan tinggi memiliki sebutan lain yaitu dosen untuk pendidikan tinggi formal, atau sebutan lain untuk pendidikan tinggi non formal.

       Guru memiliki tugas yang amat besar, yakni mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Tugas pertama yang sangat ditekankan dalam undang-undang adalah mendidik yang dibedakan dari tugas guru mengajar.

       Mendidik dan mengajar memiliki konsep yang berbeda, kendati tidak bisa di stratifikasi bahwa mendidik lebih penting dari pada mengajar atau sebaliknya. Dengan berkembangnya konsep constructivism dalam pembelajaran, memang berubah pula konsep mengajar, karena guru tidak boleh menguasai kelas untuk mentransformasikan ilmu dan pengetahuannya pada para siswa, karena kalau guru mulai berceramah, harus diyakini bahwa banyak siswa yang masih sedang memikirkan fokus lain di luar pelajaran yang dia sampaikan. Dan apakah siswa sedang membutuhkan apa yang diajarkan guru, dan masih banyak pertanyaan yang pada ujungnya, biarkan siswa mempelajari bahan-bahan ajar yang disediakan, dan guru hanya mengarahkan fokus pelajaran mereka, dan mendampingi para siswanya belajar, lalu mengarahkan agar siswa menyimpulkan sendiri pengetahuan yang mereka pelajari pada hari itu, atau mereka latih bersama teman-teman kelas mereka yang didampingi oleh guru.

       Dengan demikian, mengajar kini berubah konsep menjadi empat variabel utama, yakni bahwa mengajar adalah pekerjaan intelektual, mengajar adalah pekerjaan yang sangat variatif, mengajar adalah sharing, dan mengajar adalah pengembangan bahan yang terus menantang. Mengajar adalah pekerjaan intelektual, yakni bahwa guru harus terus mengembangkan pengetahuannya dalam bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya, baik melalui penelitian, penulisan paper, diskusi, seminar dan yang sebangsanya, sehingga tidak tertinggal dari pengetahuan yang bisa diakses oleh para siswanya.

       Memang agak sulit membedakan antara pendidikan dan pengajaran. Oleh sebab itu, ada juga yang mengartikan pendidikan sebagai proses mendidik atau proses mengajar. Akan tetapi, fokus pengembangan pembelajaran adalah dinamisasi teknik dan metode untuk mendorong para siswa berpartisipasi dalam belajar dan mampu memformulasikan kesimpulan dari proses pembelajaran yang mereka lalui. Guru tidak sekedar harus memiliki ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam mendampingi siswa belajar, memiliki kecakapan memiliki kecakapan membelajarkan para siswa, tapi juga harus memiliki integritas untuk melayani, mendampingi, membimbing dan mengarahkan para siswanya belajar, di sekolah, keluarga dan juga dalam kehidupan sosial.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top