Featured

Headline News

Meriah !!! Peringatan Tahun Baru Islam 1447 H Yang Digelar Oleh P3R Kacangan

26 Jun 2025

larise tv

Kabar Desa

Lestarikan Budaya, Warga Dusun Gunungan Manyaran Gelar Bersih Dusun dan Arisan Sapi

 Kepala Dusun Gunungan, Niki Utami saat menyampaikan sambut...

  • 26 Jun 2025
  • 0

Kisah Sarmidi, Perantau yang Pulang demi Wasiat dan Bangkit Lewat Midic Crispy dari Girimarto

Print Friendly and PDF

Sarmidi pemilik dan pengusaha Midic Crispy.


Kisah Sarmidi, Perantau yang Pulang demi Wasiat dan Bangkit Lewat Midic Crispy dari Girimarto

Wonogiri- majalahlarise.com -Di sebuah rumah sederhana di Kendal, Desa Girimarto, Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri, aroma gurih jamur tiram crispy perlahan merebak. Di sanalah Sarmidi, seorang pria tangguh berusia 40-an tahun, menyulap dapur mungilnya menjadi pusat produksi camilan renyah yang kini dikenal dengan merek Midic. Di balik kerenyahan produknya, tersimpan kisah hidup yang sarat perjuangan, pengorbanan, dan cinta keluarga.

Pulang karena Wasiat, Bangkit karena Tekad

Hampir 23 tahun Sarmidi hidup sebagai perantau di Bekasi. Ia bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan status karyawan tetap. Hidupnya terbilang mapan, hingga satu pesan dari orang tua yang sudah tiada mengubah segalanya.

“Saya itu dulu merantau hampir 23 tahun. Tapi kemudian kami sekeluarga memutuskan pulang kampung. Itu karena saudara kembar istri saya sakit kena tumor otak, dan jadi tunanetra,” ujarnya perlahan.

Sebenarnya, saudara kembar sang istri sempat diajak ikut ke Bekasi. Namun, baru tiga bulan tinggal di sana, ia merasa tak betah dan ingin kembali ke kampung. Sarmidi pun mengambil keputusan besar: mengundurkan diri dan mengambil pensiun dini.

“Karena pesan orang tua itu jelas: rawat saudara istri yang sakit. Kami pun pulang. Waktu itu benar-benar mulai dari nol. Belum punya usaha, belum punya rencana apa pun,” kenangnya.

Produk Usus Crispy, Jamur Crispy, Kulit Ayam Crispy.


Dari Dikhianati Teman Hingga Dirintis dari Nol

Sebelum pulang kampung, Sarmidi sudah mulai mencoba jualan kecil-kecilan di tempat kerjanya. Ia berjualan gorengan, beras, bahkan sempat mencapai omset bulanan di atas satu ton beras. “Saya sudah mulai belajar mental usaha. Tapi belum serius, masih sampingan,” tuturnya.

Di kampung, ia bertemu dengan rekan lama yang lebih dulu membuka usaha jamur krispi. Mereka sepakat bekerja sama: Sarmidi yang produksi, sang teman urus pemasaran. Namun harapan itu pupus. Uang pesangon yang ditanamkan untuk usaha malah raib.

“Baru mulai usaha, sudah ditipu. Ratusan juta hilang. Saya benar-benar jatuh. Tapi waktu itu saya berpikir, ini mungkin ujian untuk naik kelas,” katanya, suaranya bergetar namun tegar.

Alih-alih menyerah, ia memilih melanjutkan usaha jamur crispy sendirian. Tempat produksi yang sudah terbangun tidak disia-siakan. Ia mulai menggoreng sendiri, mengemas sendiri, bahkan memasarkannya lewat teman-teman di Bekasi.

“Lucunya, tetangga di kampung malah nggak tahu saya produksi jamur crispy. Justru teman-teman di Bekasi yang bantu pasarkan,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Lahirnya Midic: Renyah, Ringan, dan Tanpa Minyak

Dengan penuh perjuangan, Sarmidi resmi meluncurkan produk dengan merek Midic, yang merupakan singkatan dari “Milik Diri Sendiri”. Produk pertama adalah Jamur Tiram Crispy. Seiring waktu, pelanggan mulai bertanya, “Ada varian lain?”

Pertanyaan itu menjadi dorongan untuk inovasi. Ia lalu menambah varian Usus Crispy dan Kulit Ayam Crispy. Pernah juga mencoba keripik pisang, tapi berhenti karena kesulitan bahan baku. Jamur tetap menjadi andalan karena mudah didapat dari petani lokal di Girimarto, Sidoharjo, hingga Slogohimo.

Midic dikenal karena teksturnya yang ringan, renyah, dan tidak berminyak. “Kita pakai spinner untuk menghilangkan minyak. Jadi produknya nggak lengket di tangan, dan aman buat yang sensitif tenggorokan,” jelas Sarmidi.

“Kalau UMKM lain kadang tepungnya tebal dan keras. Kalau saya, tipis, kriuknya halus,” tambahnya.

Dari Dapur Kecil ke Pasar Digital

Produksi dilakukan menyesuaikan permintaan. Saat Ramadan atau Lebaran, hampir setiap hari dapur berasap. Satu orang bisa menggoreng 25 kg per hari. Produk dikemas dalam berbagai ukuran: kemasan angkringan Rp5.000, Rp7.000, Rp10.000, hingga kiloan dan bal.

“Pemasaran kita awalnya 90% lewat teman dan online. Sekarang mulai dititipkan di beberapa tempat, seperti Joli, Kambing Guling, Kartika MET, dan pasar-pasar lokal,” tuturnya.

Tak puas di situ, Sarmidi dan istrinya belajar masuk e-commerce. Kini produk Midic bisa ditemukan di Tokopedia dan TikTok Shop, bahkan sudah mulai live TikTok untuk menjangkau konsumen lebih luas. “Baru lima bulan terakhir kita aktif live, tapi hasilnya sudah mulai terasa,” ujarnya antusias.

Mimpi yang Tak Pernah Padam

Bagi Sarmidi, Midic bukan hanya usaha. Ia adalah jalan baru menuju mimpi. Kini, selain memproduksi cemilan, ia juga membuka angkringan di depan rumah dan mulai merintis usaha katering. Bahkan, usaha kateringnya sudah mengantongi sertifikat halal gratis dari dinas.

Ketika ditanya soal harapannya, Sarmidi tak ragu. “Pengen Midic itu bisa go nasional, bahkan go internasional. Dan satu impian besar saya pengen punya pondok pesantren. Mudah-mudahan Allah kabulkan.”

Midic Crispy: Bukan Sekadar Cemilan

Midic adalah cerita tentang keteguhan hati, cinta keluarga, dan semangat pantang menyerah. Setiap bungkus cemilan yang renyah dan ringan itu adalah simbol dari proses panjang yang penuh peluh, air mata, dan harapan.

Dari sebuah dapur di pelosok Girimarto, nama Midic perlahan dikenal. Sarmidi membuktikan, bahwa dengan tekad dan doa, dari kampung pun bisa menembus pasar luas. (Sofyan)

INFO PRODUK & PEMESANAN MIDIC

📦 Produk: Jamur Tiram Crispy, Usus Crispy, Kulit Ayam Crispy

📍 Alamat Produksi: Kendal RT 04 RW 07, Desa Girimarto, Kec. Girimarto, Kab. Wonogiri

📱 WhatsApp: 0813-1654-1246

🛒 TikTok: https://www.tiktok.com/@cemilan_jamur_crispy?_t=ZS-8wt4IfFiLJq&_r=1



Tidak ada komentar:

Write a Comment

Featured