KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN

Print Friendly and PDF

KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN

Oleh : Milania Dyah Pratiwi, S.Pd

Guru SD Negeri Weding 1, Bonang, Demak Jawa Tengah

Milania Dyah Pratiwi, S.Pd


       Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik untuk mengubah tingkah laku manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut melalui proses pengajaran dan pelatihan (Sugihartono, 2013). Dengan demikian pendidikan merupakan usaha manusia mengubah perilaku menuju kedewasaan dan mandiri melalui kegiatan yang direncanakan dan sadar dengan pembelajaran yang melibatkan pendidik dan peserta didik. Sedangkan menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 menjelaskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah pencapaian nilainilai yang dilakukan dengan suatu proses. Proses yang dilakukan dalam pendidikan adalah melalui pembelajaran. Pendidikan selalu merupakan tujuan dan proses pembaharuan, pertumbuhan dan perubahan; dengan demikian, pekerjaan pembaruan, pertumbuhan dan perubahan juga harus bekerja untuk memenuhi tujuannya dan menjadi pendidikan yang tak terbantahkan (Brubacher, 2018). Pendidikan merupakan aset masa depan bangsa dalam mewujudkan pembangunan nasional. Dengan memiliki sumber daya manusia yang unggul melalui pendidikan yang tepat dapat memberikan kontribusi penuh demi kemajuan Negara. Oleh sebab itu setiap tahun pola-pola pendidikan sering berubah secara dinamis sesuai dengan perkembangan zaman.

        Pembelajaran yang baik adalah yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan pemanfaatan lingkungan belajar yang optimal (Hariyanto & Mustafa, 2020). Setiap peserta didik memiliki ciri khas yang berbeda-beda di setiap usia (Masgumelar & Dwiyogo, 2020), sehingga guru perlu melakukan analisis kebutuhan mengenai perkembangan peserta didik yang beragam. Setiap siswa itu unik, sehingga apabila terdapat siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar sebaiknya guru memberikan perlakuan khusus dalam pembelajaran (Mustafa & Winarno, 2020). Dalam penguatan hasil dari pembelajran diperlukan aspek visual yang kondusif untuk membantu siswa mengontrol emosional untuk mencapai elemen konseptual dan menyediakan penghubung untuk mendukung retensi (Hokanson & Clinton, 2018). Jadi pembelajaran adalah upaya guru untuk mempermudah siswa dalam meraih kompetensi sebaik mungkin yang bertitik tolak pada kurikulum yang digunakan.

      BKonstruktivisme berasal dari kata kons truktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.

       Konstruktivisme merupakan pendekatan belajar yang menyempurnakan dari teori belajarbehavioristik dan kognitif. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa karena dalam teori belajar Konstruktivisme menekankan pada keterlibatan siswa dalam menghadapi masalahmasalah yang terjadi. Konstruktivisme mempunyai karakteristik yaitu: (1) belajar aktif (active learning), (2) siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran bersifat otentik dan situasional, (3) aktivitas belajar harus menarik dan menantang, (4) siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dengan sebuah proses yang disebut "bridging", (5) siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari, (6) guru lebih berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan; (7) guru harus dapat memberi bantuan berupa scafolding yang diperlukan oleh siswa dalam menempuh proses belajar. Konstruktivisme sebaiknya digunakan pada pebelajar yang sudah dapat berfikir secara kritis. Konstruktivisme melibatkan pebelajar aktif dalam proses pembelajaran yang dilakukan untuk dapat menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya karena menganut sistem pembelajaran penemuan (discovery learning) dan belajar bermakna (meaningful learning).


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top