MENUMBUHKAN KARAKTER PROFIL PELAJAR PANCASILA MELALUI PRAKTEK MENGOLAH TIWUL SEGER (SEHAT, ENAK, BERGIZI DAN MERAKYAT) SEBAGAI BAHAN MAKANAN DENGAN NILAI KEARIFAN LOKAL DI WONOGIRI

Print Friendly and PDF

MENUMBUHKAN KARAKTER PROFIL PELAJAR PANCASILA MELALUI PRAKTEK MENGOLAH TIWUL SEGER (SEHAT, ENAK, BERGIZI DAN MERAKYAT) SEBAGAI BAHAN MAKANAN DENGAN NILAI KEARIFAN LOKAL DI WONOGIRI

Oleh: Andriyani Ratnawati, S.Pd

Guru SLB Negeri Wonogiri Jawa Tengah


Andriyani Ratnawati, S.Pd


       Keberadaan makanan dengan nilai kearifan lokal yang mulai berkembang sesuai permintaan, menjadikan Tiwul yang sempat menjadi salah satu makanan pokok di kabupaten Wonogiri semakin tersohor, akan tetapi berbanding terbalik dengan pengetahuan siswa SLB Negeri Wonogiri yang notabenenya sebagai pewaris nilai kearifan lokal. Laju perkembangan teknologi membuat para pewaris peradaban mulai meninggalkan adat budaya mengolah makanan secara tradisional dan memilih alternatif memasak secara modern bahkan instan.

         Sebagai guru di Sekolah Luar Biasa sudah menjadi tanggung jawab penulis untuk mengajarkan nilai budaya kearifan lokal makanan tradisional tiwul serta cara mengolahnya secara tradisional. Praktek ini menjadi penting di tengah gerusan arus globalisasi pendidikan harus berkembang tanpa meninggalkan adat dan budaya daerah. Oleh sebab itu saya menyusun projek mengolah tiwul secara tradisional dan menggunakan peralatan tradisional pula yang dikemas dalam vidio cinematic dan didukung sepenuhnya oleh seluruh
warga sekolah. Vidio dapat dilihat melalui link sebagai berikut : https://www.youtube.com/watch?v=IcCrUo7e4SE&t=223s

       Setiap aksi pasti ada tantangan dan membutuhkan dukungan. Adapun tantangan dalam menciptakan praktik baik ini adalah mengajarkan kepada siswa luar biasa dengan keterbatasan pendengaran untuk memahami kosakata baru dan istilah daerah, selain itu tantangan selanjutnya adalah menyediakan peralatan memasak tiwul secra tradisional yang hampir punah, contoh : dandang wojo, kukusan, cematon, kekep, dan pawon yang sudah jarang dijumpai. Namun hal ini tetap diupayakan ada agar peserta didik mengenali dan bisa memanfaatkan peralatan memasak tradisional tersebut, namun tantangan terberat di sini adalah menuntun siswa untuk menemu kenali proses mengolah bahan makanan menjadi tiwul yang siap disantap hal ini disebabkan karena peserta didik belum pernah melakukan sebelumnya.

       Project ini berjalan dengan dukungan seluruh warga sekolah terutama kepala sekolah sebagai penanggung jawab, penulis sebagai sutradara, beberapa guru sebagai pendamping, dan peserta didik sebagai pemeran utama dalan vidio.

       Sebagai guru di sekolah luar biasa dengan siswa yang heterogen penulis mulai mengajarkan mata pelajaran tata boga dengan menu kearifan lokal daerah setempat, dengan memilih bahan dasar singkong dan mengolahnya menjadi tiwul. Siswa mendapatkan materi pelajaran secara teoritik sebelum praktek ke lapangan, guru menyampaikan materi mengolah makanan tradisional berbahan dasar singkong.

       Guru memberikan contoh gambaran peralatan memasak tradisional dengan memberikan gambar, nama dan fungsinya. Beberapa gambar dan vidio cara mengolah singkong menjadi olahan tiwul dapat disaksikan bersama melalui googling menggunakan alat telekomunikasi yang dibawa oleh siswa. Siswa semakin tertarik ketika guru menyampaikan akan membuat projek vidio pembuatan tiwul, hal ini ditunjukkan oleh siswa yang berperan dalam vidio secara antusias, kerja sama, bertanggung jawab, serta menjiwai peran sebagai pewaris budaya.

       Praktek pembuatan vidio mengolah tiwul Dalam vidio cinematic terdapat alur mengolah tiwul, dimulai dari memetik singkong, mengupas singkong (nggaplek), menjemur singkong, mencuci singkong,
menumbuk singkong (nutu), mengayak tepung singkong, membuat adonan tepung singkong menjadi butiran yang siap dikukus (ngguyeng), kemudian mengukus tepung singkong sehingga menjadi tiwul yang siap dinikmati. Peserta didik sudah tidak asing ketika berhadapan dengan properti yang digunakan untuk shoting, karena telah dipelajari sebelumnya, bahkan mereka tampak luwes dan familier memanfaatkan alat memasak tradisional. Hal ini menunjukkan peningkatan yang signifikan ditinjau dari segi pemahaman nama dan fungsi benda (alat memasak tradisional).

       Dengan adanya praktek mengolah tiwul dapat mewujudkan tujuan dari project ini, dapat disaksikan secara langsung bahwa peserta didik berperan aktif dalam mengolah makanan dengan nilai kearifan lokal. Peserta didik sebagai subjek dalam proses mengalami setiap langkah yang
membutuhkan kerja sama, solidaritas, kreativitas dan percaya diri dalam berekspresi sehingga tumbuh rasa memiliki kebudayaan daerah terutama bidang kuliner tradisional.

       Keberhasilan projek ini merupakan perwujudan konsistensi seluruh warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, komite, dan wali murid. Tidak ada keberhasilan yang kebetulan dan diciptakan sendiri. Keberhasilan tercipta karena ada kerja sama semua pihak. Memberikan peran kepada peserta didik sesuai dengan porsinya merupakan apresiasi tertinggi bagi peserta didik berkebutuhan khusus, berikan kepercayaan bahwa peserta didik mampu memproduksi projek.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top