Pemanfaatan Literasi Digital secara Kritis dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Abad XXI

Print Friendly and PDF

Pemanfaatan Literasi Digital secara Kritis dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Abad XXI 


Oleh: Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS & Penggiat Literasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube: M. Rohmadi Ratulisa



Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M.Hum.


"Kawan, suatu senja yang indah memesona memantik penjelajah semesta untuk  duduk bercerita dan mengenang segala rasa dan rupa tanpa kata serta sua sepanjang masa"


       Perkembangan zaman abad XXI tidak dapat dilepaskan dengan teknologi digital dalam semua bidang, salah satunya bidang pembelajaran formal dan non formal. Pembelajaran abad XXI tentu juga tidak dapat lepas dengan pemanfaatan teknologi digital sebagai media pembelajaran berbasis literasi digital secara kritis. Semua generasi pendidikan dan masyarakat Indonesia tentu ingat perkembangan pembelajaran dari tahun ke tahun yaitu sejak zaman konvensional sampai zaman digital saat ini. Masih jelas teringat dalam kenangan kita semua, era warung telkom, warung internet, handphone saat awal masuk ke Indonesia, ternyata telah mengubah peran tugas pokok fungsi dan budaya komunikasi manusia. Kemudian saat dilanda wabah covid-19 ternyata juga mengubah tatanan kehidupan manusia yang beragam dengan budaya dan pemanfaatan teknologi bagi manusia yang dapat menembus ruang dan waktu. Kondisi sekarang ini merupakan perkembangan zaman yang tidak dapat dihindari oleh multigenerasi NKRI untuk dapat berpikir kreatif, kritis, komunikatif, dan kolaboratif pada era digital.

       Berdasarkan kesepakatan forum ekonomi dunia tahun 2015 bahwa multigenerasi abad XXI di dunia harus menguasai ketrampilan abad XXI dan enam literasi dasar. Multigenerasi abad XXI harus menguasai keterampilan abad XXI, yaitu: (1) berpikir kreatif, (2) berpikir kritis, (3) kolaboratif, dan (4) komunikatif. Selain itu, multigenerasi NKRI juga harus dapat  menguasai 6 literasi dasar, yaitu: (1) literasi menulis dan membaca, (2) literasi numerik, (3) literasi sains, (4) literasi digital, (5) literasi budaya & kewargaan. Saat multigenerasi NKRI, khususnya peserta didik, mahasiswa, guru, dosen abad xxi telah menguasai teknologi maka upaya untuk meningkatkan kompetensi hardskill dan softskill akan dapat dengan mudah terus dilanjutkan. Dengan demikian multigenerasi NKRI, guru, dan dosen bahasa Indonesia juga harus memiliki kompetensi hardskill dan softkskill pemanfaatan literasi digital secara kritis dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara berkelanjutan.

       Belajar bahasa Indonesia berarti belajar untuk terampil berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia secara lisan dan tulis dengan baik, benar, dan santun. Hal ini sebagai upaya untuk mendukung keterampilan berbicara, menyimak, menulis, membaca, dan memirsa. Kelima ketrampilan tersebut akan sangat baik ketika dikuasai oleh peserta didik, mahasiswa, guru, dan dosen bahasa dan sastra Indonesia pada abad xxi. Sikap positif untuk terus belajar menguasai teknologi pembelajaran bahasa Indonesia berbasis digital secara kritis tentu akan dapat berdampak positif. Namun demikian, juga perlu dijelaskan dampak negatif teknologi bagi multigenerasi NKRI. Oleh karena itu, harus disosialisasikan kepada multigenerasi NKRI terkait dampak positif dan negatif teknologi bagi multigenerasi NKRI. Hal ini tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing, sesuai profesi dan konteksnya. Banyak aplikasi dan media-media digital yang dapat dimanfaatkan para peserta didik, mahasiswa, guru, dan dosen bahasa Indonesia pada abad XXI. Upaya untuk menjadikan teknologi sebagai kawan bukan sebagai lawan sangatlah bijak. Hal ini akan berdampak positif bagi multigenerasi NKRI, guru, dan dosen bahasa Indonesia dalam pembelajaran secara formal dan non formal. Namun demikian, multigenerasi, guru, dan dosen bahasa dan sastra Indonesia  harus memiliki bekal yang cukup terkait dengan aneka model sarana dan prasaran teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis literasi digital secara kritis dan bijaksana.

       Penguasaan dan pemanfaatan literasi digital secara kritis akan dapat berdampak pada kompetensi hardskill dan softskill. Dampak peningkatan kompetensi hardskill bagi peserta didik, mahasiswa, guru, dan dosen, abad XXI antara lain: (1) penguasaan aneka aplikasi digital dalam pembelajaran, (2) penguasaan aneka model dan media pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, (3) penguatan dan pengembangan kompetensi bidang bahasa dan sastra Indonesia berbasis digital, (4) penguasaan dan pengayaan aneka sumber literasi dengan Ratulisa (rajin menulis dan membaca berbasis digital, seperti perpusnas.go.id, gln.kemdikbud.go.id. digital,id, arfuzhratulisa.id, aplikasi AI dll. dan (5) penguasaan aneka sumber literasi digital yang beraneka ragam untuk mendukung kompetensi hardskill peserta didik, mahasiswa, guru, dan dosen abad XXI secara komprehensif dan berkelanjutan. 

       Sementara itu, keuntungan lain dapat diperoleh dengan pemanfaatan literasi digital secara kritis khususnya untuk mengembangkan kompetensi softskill bidang wirausaha literasi berbasis digital. Hal ini dapat dilakukan  pada model bisinis pemasaran berbasis digital, seperti instagram, facebook, WhatsApp, tiktok, youtube, google, dan aneka aplikasi lain yang dapat dimanfaatkan sebagai media pengembangan softskill  berbasis teknologi digital secara kritis. Oleh karena itu, penguasaan dan pemanfaatan literasi digital secara kritis dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia akan sangat bermanfaat secara berkelanjutan. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis literasi digital secara kritis akan dapat membuka wacana baru dalam pengembangan diri peserta didik, mahasiswa, guru, dan dosen abad XXI. Hal ini juga dalam rangka ikut serta mendukung program pemerintah untuk melahirkan profil pelajar Pancasila, antara lain: (1) beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak mulia, (2) mandiri, (3) berpikir kritis, (4) kreatif, (5) bergotong royong, dan (6) berkebhinekaan global untuk pendidikan dasar dan menengah. Kemudian untuk mahasiswa untuk menyukseskan program kemandirian melalui program MBKM yang terintegrasi dan tersebar ke seluruh pelosok NKRI.

        Pemanfaatan literasi digital secara kritis ini harus terus disosialisasikan dan dilatihkan kepada peserta didik, mahasiswa, guru, dosen bahasa dan sastra Indonesia abad XXI. Hal ini sebagai salah satu cara dan strategi untuk terus meningkatkan kompetensi hardskill dan softksill dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis literasi digital. Upaya ini apabila dilakukan terus-menerus dan berkelanjutan tentu akan membuka ruang-ruang kerja digital, kreativitas, kemandirian, kolaborasi, dan giat nyata untuk terus berliterasi dengan Ratulisa (rajin menulis dna membaca) dalam berbagai konteks kehidupan. Pemanfaatan literasi digital secara kritis akan sangat bermanfaat bagi multigenerasi X, Y, dan Z dengan berbagai konteks kehidupan yang beragam. 

       Semua guru, dosen abad XXI di Indonesia, khususnya bidang bahasa dan sastra Indonesia era digital abad XXI harus dapat membersamai dan mendampingi peserta didik dan mahasiswanya untuk memanfaatkan literasi digital secara berkelanjutan. Sebagai contoh, prodi S3 Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Lambung Makurat, S-1 PBSI Universitas Patimura Ambon, dan empat prodi STKIP Hanimua Seram Bagian Timur terus berusaha membekali mahasiswanya untuk menguasai dan memanfaatkan teknologi secara  bertahap dan berkelanjutan.    Apabila semua kampus dan LPTK terus melakukan kreasi dan inovasi untuk membekali mahasiswa abad XXI sebagai calon guru abad XXI maka akan terjadi perubahan dan inovasi yang sangat luar biasa untuk multigenerasi, guru, dan dosen di seluruh wilayah NKRI secara bertahap dan berkelanjutan. Selamat mencoba wahai para peserta didik, mahasiswa, guru, dosen, dan seluruh Masyarakat Indonesia untuk beradaptasi dan berinovasi dengan berbasis literasi digital secara kritis, bertahap, dan berkelanjutan untuk kemajuan dan kejayaan NKRI tercinta.


“Keheningan hati dan pikiran dapat menjadi salah satu media perenungan dalam berbagai konteks kehidupan untuk proses pembelajaran sepanjang hayat, baik sendiri maupun berkolaborasi”

STKIP Hunimua Seram Bagian Timur, Ambon, 27 Maret 2024


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top