PENGEMBANGAN KARAKTER DI SEKOLAH

Print Friendly and PDF

PENGEMBANGAN KARAKTER DI SEKOLAH

Oleh: Sumarno, S.Pd

SD Negeri 1 Setren, Slogohimo, Wonogiri Jawa Tengah


Sumarno, S.Pd


       Sistem pendidikan di Indonesia belum secara efektif membangun peserta didik memiliki karakter atau akhlak mulia sesuai tujuan Pendidikan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan masih cukup banyaknya peserta didik yang berperilaku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, antara lain penyalahgunaan narkoba, tawuran, pornografi dan pornoaksi, plagiarisme, serta menurunnya nilai kebanggaan berbangsa dan bernegara.

       Karakter merupakan perilaku seseorang yang didasarkan pada nilai-nilai sesuai norma-norma yang berlaku. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai tujuan pendidikan nasional. Pembentukan karakter peserta didik dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara terpadu pada setiap kegiatan sekolah, Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan potensi, dan memfasilitasi peserta didik berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku, Setidaknya terdapat dua jalur utama dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a) terpadu melalui kegiatan Pembelajaran, dan (b) terpadu melalui kegiatan Ekstrakurikuler.

Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui langkah-langkah: Perancangan, Implementasi, Evaluasi, dan Tindak lanjut.

       Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup.

       Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya. Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit) (Direktorat Pembinaan SMP, 2010). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral).

       Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty) , cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).

       Pengembangan karakter di sekolah sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif. 

      Menurut Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif.

       Pendidikan karakter mestinya mengikuti langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro menerjemahkannya dengan kata-kata cipta, rasa, karsa.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top