IDENTITAS NUSANTARA DALAM KOMIK MAHABHARATA

Print Friendly and PDF

IDENTITAS NUSANTARA DALAM KOMIK MAHABHARATA

Oleh: Bani Sudardi 

Dosen S3 Kajian Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta


Bani Sudardi


       Mahabharata adalah sebuah karya agung dari peradaban India. Ada banyak hal yang tersimpan di dalamnya seperti tata nilai, tata krama, filsafat, keyakinan, dan agama. Sementara orang menganggap Mahabharata adalah Weda kelima karena di dalamnya nilai-nilai falsafah agama Hindu diaplikasi dalam narasi yang dramatis dalam setiap parwa-parwanya. 

       Pada masa Mataram Hindu atau Mataram Kuno, Mahabharata dijadikan sebuah aktivitas dalam pertunjukan wayang yang wayang tersebut adalah bagian dari persembahan kepada Dewata yang disebutkan dalam prasasti Balitung tahun 903 Masehi  sebagai "mawayang buat Hyang “macarita Bhimaya Kumara". Yang artinya mementaskan wayang untuk Dewata, mengambil cerita Bima Muda.

       Mahabharata telah menciptakan suatu model kebudayaan yang unik dari berbagai kelompok masyarakat yang menggunakannya. Dalam sejarah Airlangga, misalnya, salah satu aspek mahabharata yang berjudul Arjuna Wiwaha telah diambil sebagai monumen kehidupan dari Airlangga ketika dia harus masuk ke luar hutan dalam rangka berjuang untuk mendapatkan kembali Kerajaan Medang yang sudah direbut oleh musuh. 

       Dalam masa Kediri, mahabharata telah digunakan oleh Jayabaya sebagai legitimasi untuk menguasai kerajaan-kerajaan peninggalan Airlangga sehingga perseteruan antar keluarga itu mendapat legitimasi sebagai sebuah tiruan dari perang dahsyat Mahabharata. 

       Dalam sejarah perkembangan di pulau Jawa, meskipun masyarakat jawa sudah beralih dari agama Hindu ke agama Islam berkat dakwah dari para sunan, namun para sunan tersebut masih tetap menggunakan cerita-cerita mahabharata sebagai bagian dari dakwah mereka. Mengisi Mahabharata dengan identitas mereka sebagai kaum muslimin, diantaranya adalah memberikan interpretasi pandawa Lima adalah gambaran dari rukun Islam yang lima, pusaka yudistira diganti menjadi kitab Jamus Kalimasada yang berisi tulisan Syahadat. Dalam cerita rakyat diceritakan bahwa yudistira ini bisa mati setelah bertemu Sunan Kalijaga lalu dibacakan isi kalimat Jamus kalimat saja tersebut yang tidak lain berbunyi syahadat yang merupakan pedoman umat Islam seluruh dunia. 

Sesuatu yang unik terjadi dalam identifikasi Mahabharata di Kerajaan Mataram Islam. Kerajaan Mataram Islam percaya bahwa nenek moyang mereka adalah dari Parikesit, raja keturunan Pandawa yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh ciptaan orang Jawa, seperti Panji, Angling Darma sampai dengan raja-raja munculnya raja-raja majapahit. Yang unik bahwa tokoh-tokoh tersebut dikatakan sebagai masih keturunan nabi Adam untuk menunjukkan identitas Islam di dalamnya. 

       Satu kajian yang menarik baru-baru, adalah kajian I Wayan Nuriarta dari program studi S3 kajian budaya Universitas Udayana. Kajian yang disampaikan dari acara seminar kajian budaya 1 pada 15 Maret 2024 itu menampilkan tentang identitas yang terdapat dari 3 orang komikus yang berasal dari Sunda,, Jawa dan Bali yang menjadikan narasi Mahabharata sebagai bahan narasi komiknya. 

       Menurut Nuriarta, komik wayang epik Mahabharata adalah peleburan dua perkara yang sepintas lalu paradoksal: komik sebagai seni populer yang komersial dan bersifat massal dikenal sebagai produk budaya Barat, sedangkan epik Mahabharata dikenal sebagai cerita yang berasal dari India. Namun, tiga komikus terkemuka Indonesia yaitu R.A Kosasih, Teguh Santosa, dan Gun Gun masing-masing dengan latar belakang budaya berbeda yaitu Sunda, Jawa, dan budaya Bali mampu mengemas kedua aspek tersebut sebagai penjelmaan baru dengan artikulasinya masing-masing untuk menghadirkan karya seni komik dengan identitas Keindonesiaan. Komik wayang epik Mahabharata ciptaan mereka hadir sebagai komik dengan identitas khas Indonesia. 

       Dalam penciptaan komik, Niarta menemukan ada tiga artikulasi dengan hubungan kemunculan komik tersebut.  Yang pertama adalah artikulas idetitas visual. Ketiga pelukis komik mengambil model masih-masing. Kosasih dari Sunda mengambil model wayang golek cepak dan wayang orang.  Teguh Santosa mengambil model wayang orang dan wayang Jawa Timur sementara Gun Gun mengambil dari wayang orang dan dramatari parwa dari Bali.

     Di samping identitas visual, Nuriarta juga menemukan artikulasi identitas verbal. Indentitas ini tampak dari munculnya kata-kata daerah seperti sampurasun, kanjeng, dan kata-kata daerah tergantung pada pembuat komik itu berasal. Selain menggunakan bahasa Indonesia, Komik wayang Mahabharata karya Teguh Santosa juga menyelipkan bahasa Jawa. Dalam dialog-dialog antar tokoh, teks verbal menggunakan jenis huruf san serief yang muncul selain berbahasa Indonesia, juga banyak ditemukan bahasa-bahasa daerah atau Bahasa Jawa. Teks verbal yang berupa ucapan tokoh tersebut seperti kanjeng ibu yang berarti penghormatan terhadap ibu, kangmas untuk menyebut saudara, dan gemah ripah loh jinawi yang berarti kehidupan masyarakat yang subur makmur karena limpahan karunian. 

       Dengan kondisi seperti itu, akhirnya Nuriarta sampai pada kesimpulan bahwa dengan latar belakang budaya Sunda (Kosasih), budaya Jawa (Teguh Santosa), dan budaya Bali (GunGun), ketiga komikus terkemuka Indonesia ini memasukkan karakteristik budaya masing-masing untuk membentuk identitas budaya Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tetapi tetap satu, identitas Indonesia.



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top