ROY SURYA DAN LAKON DEWA SRANI GUGAT
Oleh: Prof. Dr. Bani Sudardi
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Dewan Pakar Senawangi, Jakarta
 |
Prof. Dr. Bani Sudardi |
Akhir-akhir ini terdapat suatu kabar yang sangat viral dan dimuat berkali-kali dalam media sosial. Yang menjadi masalah adalah sekelompok anak bangsa seperti Roy Suryo, Dokter Tifa, Rismon Sianipar, dan tokoh-tokoh lain seperti Prof. Eggi Sujana dan Prof. Ikrar Nusa Bakti. yang mempermasalahkan keaslian ijazah mantan presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo.
Para tokoh tersebut menggunakan logika-logika yang mungkin terasa agak aneh sehingga ada yang mengindikasikan bahwa perbuatan mereka ini adalah bentuk dendam politik yang entah apa sebabnya. Mereka curiga ijazah Jokowi sebagai alumni Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada adalah palsu, skripsinya juga palsu sehingga tuntutannya agar Jokowi dan Universitas Gadjah Mada diadili.
Perbuatan ini tentu saja satu bentuk kelucuan pemikiran karena Universitas Gadjah Mada yang mengeluarkan ijazah sudah mengakui bahwa Jokowi memang alumni dari fakultas kehutanan UGM. Dengan kepandaian bersilat lidah kelompok ini berusaha keras agar ijazah Jokowi diperiksa ulang dan meminta Jokowi menunjukkan ijazahnya. Ini benar-benar sebuah permintaan yang di luar kewenangannya karena mereka pada hakekatnya sederajat dengan Jokowi sebagai warga negara biasa dan bukan seorang aparat pemerintah yang bertugas meneliti keaslian sebuah ijazah.
Mereka melaporkan hal tersebut ke Kepolisian untuk mendapatkan klarifikasi. Sementara itu di pihak lain, Jokowi juga melaporkan tindakan orang-orang ke Kepolisian dalam kasus penghasutan dan pencemaran nama baik. Orang yang tidak terima dilaporkan oleh Jokowi kemudian juga melaporkan ke Komnas HAM dengan pernyataan mereka dikriminalisasi. Kasus ini sebenarnya merupakan suatu hal yang buang-buang tenaga saja. Atau justru merupakan satu hiburan bagi mereka.
Ketika Bareskrim Polri menyatakan bahwa ijazah Jokowi adalah identik atau otentik, ternyata kasusnya tidak selesai. Mereka menuntut agar pemeriksaan ijazah itu dilakukan oleh agen dari luar negeri karena mereka tidak percaya pada Bareskim POLRI.
Cerita tentang Roy Suryo dan teman-teman ini mirip dengan sebuah cerita carangan tentang Dewa Serani gugat. Cerita Dewa Serani gugat memang tidak ada dalam pakem pedalangan. Cerita ini berkembang di lingkungan dalang gagrak Ngayogya bahwa suatu hari Dewa Serani dan ibunya Batari Durga sedang mengadakan pertemuan di Setragandamayu atau Setra Gandamayit. Inti pertemuan dewa Serani meminta kepada ibunya agar gelar Arjuna sebagai Senopati Agung dan memiliki senjata handal panah Pasopati harus direvisi. Hal ini dikarenakan proses perolehan tanah pasopati itu tidak sah. Arjuna sama sekali tidak berhak atas panas Pasopati tersebut dikarenakan panah itu diperoleh dengan proses yang setengah matang.
“Yang berhak atas panah Pasopati adalah putranda Dewasarani ini ayuhai ibunda Batari Durga,” kata Dewa Serani memelas. “Tetapi Arjuna memang orang yang pandai mengambil hati dan licik,” imbuhnya.
"Kenapa bisa demikian wahai anakku, Bocah Bagus,", tanya batari Durga. " “Bukankah semua ini sudah tertulis jelas di dalam kitab-kitab Jitabsara yang harus dipatuhi oleh para dewa?"
" Oh oh oh, tidak demikian Ibunda. Kita harus melihat bahwa Arjuna memperoleh panah Pasopati tidak melalui perjuangan tetapi hanya melalui penjilatan kepada Ramanda Sang Hyang Siwah atau Batara Guru, " jawabnya tegas.
"Jelasnya bagaimana Bocah Bagus?" tanya Batarai Durga.
Ketika bertapa di gunung Indrakila pada hakikatnya Arjuna hanyalah bermain-main kalau dia merasa sedih menghadapi kehidupan ini. Maklum Pandawa pada waktu itu hidupnya terlunta-lunta, luntang lantung tidak memiliki pekerjaan, serta tidak memiliki tempat tinggal yang layak. Mereka hanya hidup di hutan belantara dan makan apa adanya.
Dewa Serani lalu menceritakan bahwa ketika Sanghyang Siwah menemui Arjuna, pada waktu itu Arjuna sedang berburu. Ketika Arjuna memanah seekor babi, ayahanda Sang Hyang Siwa juga ikut memanahnya sehingga babi itu terkena dua panah. Menurut pengamatan Dewa Serani sebenarnya yang membunuh babi itu adalah panah sang yang Siwah. Pada hakekatnya Arjuna itu tidak bisa apa-apa.
Ketika Arjuna mengetahui ada orang lain yang memanah dan sukses, arjuna merasa sakit hati lalu dia akan menyerang ayahanda Sanghyang Siwah. Setengahnya terjadi pertempuran, arjuna tahu bahwa yang dihadapi adalah Sanghyang Siwah, maka Arjuna lalu menjilat Sanghyang Siwah itu dengan meletakkan senjata dan menyembahnya.
"itulah bodohnya ramanda Sanghyang siwah atau Batara Guru. Sudah tahu Arjuna itu suka menjilat, runtuh juga hatinya dan menyerahkan senjata pilih tanding ini kepada Arjuna yang sebenarnya tidak bisa apa-apa," kata Dewa Serani.
"Thole thole Bocah Bagus. Jangan kelantur-lantur, yang kamu katakan bodoh itu Ramamu sendiri. Penguasa Jonggringsaloka sesembahan umat Marcapada," batari Durga menyela.
"Tidak mengapa wahai Ibunda!, Kita tidak perlu sungkan-sungkan untuk menyatakan kebenaran," kata Dewa Serani penuh semangat.
"Seharusnya lah wahai ibunda, panah tersebut seharusnya diserahkan kepada putranda Dewa Serani," katanya penuh kebencian.
"Kenapa Demikian,? sergah Batari Durga.
"Tentu saja wahai ibu Batari. Dewa Serani ini orang yang wajahnya tampan, sakti sakti mandraguna. Dari segi silsilah dewa Serani ini masih keturunan Dewata, putra dewa tertinggi Sanghyang Guru atau Batara Siwah. Kurang apa. Dibanding dengan Arjuna yang hanya anak gembel, tidak jelas keluarganya mana," Dewa Serani masih ngelantur.
“Baik-baik, Anaku bocah bagus. Mari kita ke Jonggringsaloka gugat kepada ayahandamu. Kita minta panah pasopati ditarik ulang,” kata Batari Durga.
Keduanya kemudian pergi menuju kayangan Jonggringsaloka. Mereka segera diterima oleh Batara Guru karena pada hakekatnya batari Durga adalah istri Batara Guru juga dan Dewa Serani adalah anak kesayangannya. Batara Guru lalu menerima semua yang disampaikan oleh batari Durga dan Dewa Serani.
"Semua adalah sudah ketentuan Sanghyang Jagatnata. Ketentuan ini sudah ditulis dalam kitab Jitabsara yang harus ditaati oleh para dewa," kata Batara Guru. "Anaku. Jagat ini ada tatanan tatanan yang tidak sembarang orang dapat mengubahnya, " jelas Batara Guru.
"Kalau Engkau tidak terima kepada Arjuna, sekarang juga pergilah ke Amarta dan cobalah kesaktian Arjuna. Kalau kamu dapat mengalahkan Arjuna, maka panah Pasopati akan menjadi milikmu,"kata Batara Guru menimpali.
Batari Durga dan Dewa Serani merasa gembira dengan perintah batara Guru tersebut. Dalam pikirannya, Arjuna tidak akan bisa mengalahkan kekuatan Dewa Serani karena Dewa Serani adalah seorang dewata. Sementara itu, Batari Durga bisa membantu Dewa Serani apabila ada kesulitan dalam peperangan tersebut. Keduanya segera menuju Amarta dan menjumpai Arjuna di tengah hutan sedang melakukan gladi memanah bersama para panakawan.
Dewa Serani menyamar sebagai seorang pengalasan. Dan menantang Arjuna untuk perang tanding sampai titik darah penghabisan. Tantangan itu diterima Arjuna.
Sementara itu, Batari Durga tidak menyangka kalau di situ hadir Semar Badranaya yang merupakan musuh bebuyutan Batari Durga. Dengan hadirnya Semar, maka Batari Durga tidak bisa berbuat banyak untuk membantu Dewasrani. Akhirnya dewa Serani dan Batari Durga mengakui kekalahannya menghadapi Arjuna dan kembali ke asalnya dengan membawa rasa malu yang besar.
Demikianlah cerita tentang dewasarani gugat yang menyadarkan kita bahwa semua yang terjadi ini sudah merupakan ketentuan dari Yang Maha Esa.
TANCEP KAYON.
Tidak ada komentar: