PERSPEKTIF BARU DALAM PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

Print Friendly and PDF

PERSPEKTIF BARU DALAM PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

Oleh : Siti Nur Janah, S.Pd.

SD Negeri 1 Kunti, Andong, Boyolali Jawa Tengah

Siti Nur Janah, S.Pd


       Pada umumnya mendidik diartikan sebagai berdiri di depan kelas dengan penuh wibawa dan kuasa, mengarahkan anak-anak pada tujuan pembelajaran tertentu dan mencerdaskan anak-anak pada aspek kecerdasan pikir belaka. Peserta didik tampaknya belajar banyak, tetapi yang mereka internalisasikan hanya sedikit. Belajar ternyata tidak terbatas pada kecerdasan pikir belaka, belajar juga menyangkut aspek emosional, perhatian, keterampilan, kreativitas, sosialitas dan lain-lain (Riyanto, 2002). Proses belajar hanya efektif kalau dibarengi dengan pendekatan pribadi dan juga pemberian arti terhadap hidup dan kepribadian peserta didik. Pendidik yang tidak menyampaikan mutu diri dan makna hidupnya lewat mata pelajaran yang disampaikan, tidak akan banyak pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik harus yakin bahwa mereka dapat mengembangkan dan menumbuhkan kepribadiannya. Proses ini hanya terjadi apabila pendidik mampu mengaktualisasikan pengalaman kontekstual peserta didik dengan pelajaran yang disampaikan. Karena itu menurut Riyanto (Riyanto, 2002) proses dan pengelolaan pembelajaran mesti dijadikan pusat kegiatan yang mengasyikkan untuk kegiatan eksplorasi dan penemuan identitas diri. Tanpa suasana dan kegiatan ini, maka yang disampaikan pendidik di depan kelas akan cepat dilupakan dan tidak membekas dalam pada diri peserta didik. Dengan kata lain, mereka tidak memperoleh apa-apa dan harus belajar sendiri lagi dengan upaya yang keras. Pendidikan mestinya secara padu bertautan dengan pendidikan nilai.

       Sekolah sekarang ini didominasi oleh pencerdasan pikir saja. Kecerdasan pikir (intelektual) memang perlu dan penting, namun harus diimbangi dengan kecerdasan emosional dan pemahaman nilai-nilai universal yang baik dan benar, serta keterampilan yang memadai untuk hidup di masyarakat. Pendidikan yang hanya menekankan kecerdasan pikir saja berarti tidak memperhatikan perkembangan pribadi secara utuh. Padahal pada dasarnya filosofi pendidikan adalah mengembangkan manusia seutuhnya. Pendidikan yang sejati adalah proses usaha pembinaan pribadi manusia untuk mencapai tujuan akhir (relasi dengan Tuhan dan diri sendiri) dan sekaligus untuk kepentingan masyarakat (perilaku hubungan dengan diri sendiri, keluarga, masyarakat dan alam sekitarnya). Agar seseorang dapat mencapai perkembangan pribadi secara utuh, pendidik harus mampu mengemas pelajarannya sekaligus sebagai suatu sarana pendidikan nilai. 

       Pendidikan nilai adalah suatu proses dimana seseorang menemukan maknanya sebagai pribadi di saat menemukan nilai-nilai tertentu pada jalan hidupnya. Proses ini menyangkut “perjalanan menuju ke kedalaman diri sendiri”, menyentuh bagian terdalam diri manusia seperti daya refleksi, introspeksi, analisis dan kemampuan menemukan diri sendiri. Pendidikan nilai juga merupakan suatu proses pembelajaran yang menyentuh langsung secara efektif tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik manusia. Pendidikan nilai merupakan proses pembelajaran yang melibatkan seluruh pengalaman seseorang.

       Menurut Riyanto (Riyanto, 2002), jika proses pembelajaran itu sekaligus menjadi pendidikan nilai, maka guru harus mampu memadukan tiga tingkat tataran pengajaran, yaitu bagaimana mempelajari kenyataan yang ada, konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan dihubungkan dengan kenyataan hidup peserta didik. Secara rinci apa tiga pingkat pengajaran yang dikemukakan Riyanto diuraikan sebagai berikut: 1. Tingkat Fakta. Tingkat ini menyangkut pengajaran yang bersifat informative, berupa data, yang memberikan dasar kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan konseptual. Proses berpikir yang dipakai adalah dengan cara mengingat-ngingat (memorization) 2. Tingkat Konsep. Tingkat ini menyangkut pengajaran tentang gagasan dan prinsip. Tingkat ini menuntut kemampuan kognitif seseorang untuk menghubungkan kenyataan atau fakta, menggolongkan fakta, dan menghubungkan fakta dengan teori dan prinsip-prinsip. Proses ini membawa kepada keterampilan penguasaan suatu konsep tertentu. Walau sulit dan merupakan bagian yang penting dalam perkembangan seseorang tetapi ini belum sepenuhnya melibatkan aspek emosi yang juga berpengaruh besar dalam perkembangan hidup manusia. 3. Tingkat Nilai. Pengajaran pada tingkat ini menyangkut tiga dimensi pribadi peserta didik sekaligus, yaitu aspek pikirannya, perasaannya dan sikapnya. Peserta didik mampu menghubungkan kenyataan dan konsep serta sekaligus menghayati. Ia akan menemukan makna pribadi dan mulai mengerti serta memahami diri sendiri. 

       Ketiga tingkatan pengajaran sebagaimana dikemukakan Riyanto di atas mengindikasikan bahwa pendidikan yang dikemas dalam suatu proses belajar haruslah pendidikan yang berciri humanistik, yaitu pendidikan yang lebih menekankan bahwa setiap aspek pengajaran secara implisit mengandung nilai moral dan nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, pengajaran harus sampai pada suatu pengungkapan nilai sikap tertentu. Melalui mata pelajaran tertentu, pendidik diharapkan mampu mengalihkan nilai, keyakinan, pendidik diharapkan mampu mengalihkan nilai, keyakinan, konsep tentang manusia, hakikat manusia, kodrat manusia, persepsi dan perannya di dunia, pendidik dituntut untuk memiliki kepribadian yang matang sedemikian sehingga mampu menjadi figur teladan dan cermin bagi peserta didik. 

       Pendidik harus mengembangkan kepekaannya akan nilai yang ada dan pengaruh nilai itu terhadap sikap dan perilaku seseorang, sehingga ia semakin mampu memahami peserta didik. Tugas penting pendidik adalah menumbuhkembangkan kepribadian peserta didik dan menjadi figure dewasa bagi peserta didik. Pengajaran sebagai proses penanaman nilai, tidak hanya menyangkut segi pengetahuan dan keterampilan belaka. Tetapi harus sampai pada bagaimana menghayati nilai-nilai yang sudah diketahui dalam kehidupan sehari-hari. Jika peserta didik mengalami bahwa pendidikannya sungguh menunjukkan perhatian dan tanggung jawabnya terhadap peserta didik akan mudah belajar, sebab mereka terlibat dengan penuh minat dan tanpa paksaan dan proses pembelajaran. Pendidik yang bertanggungjawab terhadap pendidikan nilai menggunakan sarana pengajaran untuk menguji nilai dan keyakinan yang memberikan kemerdekaan setiap orang, untuk mengembangkan dirinya sendiri secara unik dan optimal.



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top