Sehat dan Santun Berbahasa Wujud Teladan Karakter untuk Multigenerasi NKRI dalam Perspektif Pragmatik

Print Friendly and PDF

Sehat dan Santun Berbahasa Wujud Teladan Karakter untuk Multigenerasi NKRI dalam Perspektif Pragmatik

Oleh: Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, Ketua Umum ADOBSI, & Penggiat Literasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube: M Rohmadi Ratulisa


Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M.Hum


"Kawan, jati diri menjadi teladan semesta dalam berbagai cerita dan kenangan sepanjang masa yang tidak akan lekang oleh waktu kala senja mulai memeluk erat dengan segala rasa kerinduan sepenuh jiwa"


       Sehat dan santun berbahasa berarti memanusiakan manusia dalam berbagai konteks kehidupan, baik sebagai penutur maupun lawan tutur bahasa secara lisan dan tulis.  Tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang mau dicaci, diumpat, direndahkan, difitnah, dimaki, baik itu secara individu, keluarga, atau kelembagaan. Kalau tidak percaya cobalah terapkan pada diri kita masing-masing, kira-kira mau tidak atau sanggup tidak menjadi objek yang diperlakukan  seperti itu, jawablah dengan jujur dari hati yang terdalam masing-masing.  Apabila diri kita juga merasa keberatan, tidak mau, dan merasa tidak pantas untuk diperlakukan dengan tuturan atau tulisan yang berupa cacian, makian, umpatan, fitnah, merendahkan diri seseorang maka hindari dan pilihlah kata-kata yang lebih tepat, memotivasi, menginspirasi, dan tidak memprovokasi pendengar khususnya multigenerasi NKRI abad XXI. Oleh karena itu, akan terasa indah dan damai apabila kita dapat bertutur secara sehat dalam memilih diksi atau pilihan kata, dan santun dalam konteks  menyampaikan secara baik dan tepat. Sehat berbahasa berarti cerdas secara psikologis memilih diksi yang tepat dan baik kemudian santun berarti baik dan sesuai dengan konteks dalam penyampaiannya tidak menyinggung dan penyakit perasaan pendengar dan multigenerasi NKRI abad XXI.

       Sehat berbahasa harus dimulai dari hati dan pikiran yang jernih oleh penuturnya. Karena hati dan pikiran seseorang hitam dan putihnya hanya individu itu yang dapat secara jujur mengetahui maksud dan tujuan tuturannya. Oleh karena itu, diperlukan pikiran dan hati yang jernih untuk dapat memilih kata-kata suci untuk menyampaikan tujuan tuturan, baik secara lisan maupun tulis. Sehat berbahasa akan berdampak pada kesehatan psikologis bagi penutur dan lawan tutur yang menggunakannya. Apalagi dampak berbahasa yang sehat akan sangat bermanfaat sebagai teladan karakter dan virus-virus positif bagi seluruh pengguna bahasa di seluruh wilayah NKRI. Jadi kunci utama untuk dapat memanusiakan manusia yakni sehat dan santun berbahasa dalam segala konteks situasi dan kondisi bagi multigenerasi NKRI. Dalam perspektif pragmatik, sehat dan santun berbahasa ini dapat dilihat dalam ranah implikatur dan praanggapan saat mengimplementasikan prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan dalam bertutur, baik secara lisan dan tulis dalam segala konteks tuturan dan tulisan. Memilih kata yang sehat dan santun merupakan wujud kejujuran hati dan pikiran seorang penutur sebagai penguasa kata, frasa, kalusa, wacana, dan maksud yang terselubung dalam tuturan atau tulisan yang akan dituturkan kepada lawan tutur dan seluruh multigenerasi NKRI abad xxi. Komitmen untuk sehat dan santun berbahasa menjadi pilihan setiap orang karena itu akan menjadi teladan karakter dan jati dirinya sebagai provokata yang dapat memotivasi dan menginspirasi multigenerasi NKRI untuk mendukung dan mewujudkan sebagai profil pelajar Pancasila dalam perspektif pragmatik.

      Sehat berbahasa pada era digital yang berbasis media sosial  akan berbuah santun berbahasa apabila dipahami filosofi dan manfaatnya bagi seluruh multigenerasi NKRI abad xxi yang tersebar pada 38 provinsi. Uji cobanya mudah dan sederhana, yakni apabila kata yang dipilih itu dikembalikan pada diri sendiri atau penuturnya menolak, maka kata-kata tersebut berarti tidak sehat dan tidak pantas secara psikologis dan tidak santun untuk disampaikan kepada lawan tuturnya, baik secara lisan dan tulis. Semangat untuk terus mengampanyekan kepada seluruh masyarakat biasa, profesional, dan para pejabat publik agar dapat berbahasa yang sehat dan santun dalam menyampaikan kritik dan pendapatnya secara lisan dan tulis. Apabila baru-baru ini viral penggunaan diksi yang kurang pantas dan sehat di berbagai media sosial, cetak, dan online itu sebenarnya harus dikembalikan pada konteks diri, lingkungan, dan kehidupan seharinya sendiri. Berbagai pandangan bahwa kata-kata apa pun tepat dan pantas disampaikan sebagai wujud kritik kepada lawan tutur maka perlu diuji komitmen kesehatan psikologis dan kesantunan berbahasanya dengan dikembalikan kepada sang penuturnya. Apabila penutur diberikan atau dikatakan dengan pilihan kata yang sama menolak dan merasa tersakiti atau tersinggung berarti kesimpulannya kata-kata tersebut tidak sehat secara psikologis dan tidak santun untuk disampaikan ke ranah publik.

       Keberagaman kata, bahasa, seni, agama, norma umum, etika, politik bukan berarti membebaskan diri dari segala kewajiban untuk tetap sehat dan santun dalam berbahasa kepada seluruh masyarakat NKRI abad xxi. Hal ini sebagai bentuk komitmen diri untuk menjadi teladan karakter bagi multigenerasi NKRI di seluruh wilayah Indonesia tercinta. Keberadaaan norma budaya, bahasa, hukum, dan agama harus menjadi filter dalam penggunaan provokata yang negatif dan tidak sehat secara psikologis. Pemilihan diksi yang sehat dan santun pada ranah publik merupakan tindakan dan sikap yang cerdas dan bijaksana untuk dilakukan oleh siapa pun, baik saat berbicara secara lisan maupun tulis. Oleh karena itu, semua pejabat publik, akademisi, guru, pengusaha, mahasiswa. pelajar, praktisi, komunitas, dan  seluruh masyarakat NKRI yang mengaku cerdas, bijak, dan menjadi teladan karakter bagi multigenerasi NKRI maka harus sehat secara psikologis untuk memilih diksi yang tepat dan baik untuk digunakan menyampaikan maksud dan tujuan tuturannya. Kemudian kesantunan berbahasa dalam konteks penyampaiannya juga harus dipegang tegus sebagai teladan karakter bagi multigenerasi NKRI yang setiap detik dapat menikmati melalui media cetak dan online era teknologi digital yang menyelimuti seluruh masyarakat NKRI.

      Saat ini merupakan ruang semesta bagi seluruh masyarakat NKRI untuk menjadi teladan berkarakter melalui kata-kata, sikap, tindakan, dan segala sesuatu yang dapat dicontoh dan diteladani oleh multigenerasi NKRI. Upaya untuk membekali multigenerasi NKRI dengan terus diajak berliterasi dengan Ratulisa (rajin menulis dan membaca), berdiskusi dan berbagi pengalaman hidup dengan kedua orang tua, guru, dosen, komunitas, praktisi, dan seluruh teladan sehat berbahasa dan bersikap dalam media sosial dan kehidupan nyata harus diperbanyak lagi sebagai bekal pondasi dasar pembentukan karakter multigenerasi NKRI. Marilah kita bersama-sama untuk mewujudkan 5B: bersilaturahmi, berkomunikasi, berkolaborasi, berkreasi, dan berliterasi dengan Ratulisa untuk multigenerasi NKRI abad xxi sebagai wujud provokata positif dan teladan berkarakter sepanjang masa bagi multigenerasi NKRI abad xxi. Jadilah teladan berkarakter yang terbaik untuk sehat berbahasa, bijak dalam bertindak, dan santun dalam bersikap untuk seluruh masyarakat dan multigenerasi NKRI abad XXI serta kemaslahatan umat sepanjang hayat.


“Kawan, kesunyian dan keheningan bukan parameter kesendirian tetapi hiruk-pikuk semesta akan menjadi ruang hampa yang membelenggu diri sepanjang masa saat kerinduan dan kegelisahan menyelimuti kecerdasan berpikir dan tindakan sepanjang masa” 


Universitas NU Sidoharjo, Jawa Timur, 7 Agustus 2023



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top