PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA PADA ANAK TUNARUNGU MELALUI MEDIA BUKU CERITA BERGAMBAR

Print Friendly and PDF

PENINGKATAN  KEMAMPUAN BERBAHASA PADA ANAK TUNARUNGU MELALUI MEDIA BUKU CERITA BERGAMBAR

Oleh : Elli Sofiatun, S.Pd

Guru SMPLB SLB Negeri Jepara Jawa Tengah

Elli Sofiatun, S.Pd

       Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran (media) tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran (media) dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain maupun penulis buku dan produser media. Saluran adalah media pembelajaran dan penerima pesannya adalah siswa dan juga guru (Asrorul Mais, 2016: 1). 

       Proses belajar mengajar ini juga terjadi pada pendidikan di Sekolah Luar Biasa untuk memenuhi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan pendidikan yang layak sesuai tingkat kebutuhan dan kekhususan. Khusus bagi penyandang cacat juga disebutkan dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa.

       Dalam penyelenggaraan pendidikan luar biasa. Direktorat Pembinaan Pendidikan Luar Biasa mengklasifikasikan pendidikan ke dalam lima bidang yaitu 1. SLB/A, untuk para tunanetra (buta), 2. SLB/B, untuk para tunarungu-wicara (tuli-bisu), 3. SLB/C, untuk para tunagrahita (cacat mental), 4. SLB/D, untuk para tunadaksa (cacat tubuh), 5. SLB/E, untuk para tunalaras (kenakalan anak-anak).

       Siswa Tunarungu merupakan siswa yang memiliki gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna. Tunarungu mempunyai keterbatasan dalam fungsi pendengarannya. Oleh karena itu, anak tunarungu sangat terhambat dalam aspek bahasa dan komunikasi.

       Anak tunarungu juga mengalami permasalahan kecerdasan tidak sama seperti anak normal. Pusat Studi Demografi Universitas Gallaudet di Amerika menyampaikan fakta yang didasarkan dari kajian yang didapat dari tes prestasi Stanfort tahunan bagi anak tunarungu bahwa anak tunarungu berusia 10 tahun memiliki kemampuan setingkat dengan anak kelas II dalam membaca dan berhitung. Sedangkan anak tunarungu berusia 17 tahun memiliki kemampuan setingkat dengan anak kelas IV dalam hal berhitung (Gentile,1972). Maka dari itu guru SLB dengan siswa tunarungu mengalami kendala proses belajar mengajar yaitu kendala pada proses penyampaian materi dan kendala saat memberikan pemahaman yang cukup kepada siswa.

       Proses pendidikan di semua lembaga pendidikan, termasuk SLB Tunarungu bertopang pada kemampuan berbahasa siswa. Menurut Haenudin (2013: 131) bahwa dalam segala kegiatan pembelajaran, kegiatan berbahasa memegang peran baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun isyarat. Apabila anak mengerjakan tugas yang menuntut daya logika dan abstaksi lebih tinggi, maka diharapkan keterampilan berbahasa akan membawa anak didik belajar lebih runtut dan logis.

         Dalam mengatasi kendala siswa tunarungu peran media visual yang menunjang pembelajaran sangat diperlukan untuk membentuk pemahaman siswa. Salah satu media yang dapat menunjang membaca pemahaman yaitu media cerita bergambar yang mampu memberikan gambaran nyata terkait bacaan. Pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas 8 SMPLB, penulis menggunakan media buku cerita bergambar untuk siswa menggali informasi yang ada dalam buku cerita bergambar tersebut dengan memperhatikan aspek kebahasaan. 

       Langkah-langkah yang dilakukan dalam menggali informasi yang ada dalam buku cerita bergambar yaitu 1) Pada awal pembelajaran guru menyapa peserta didik dengan ramah dan suasana akrab. 2) Guru mengkondisikan peserta didik untuk melakukan percakapan antar peserta didik dan guru. 3) Guru membangun sikap keterarahwajahan dan keterarahsuaraan peserta didik. 4) Guru secara klasikal mendiskripsikan ilustrasi gambar. 5) Guru menstimulus pengetahuan dan daya analisa peserta didik dengan mengajukan pertanyaan. 6) Guru dan peserta didik melakukan percakapan tentang gambar yang ada di buku cerita bergambar. 7) Guru memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mengembangkan jawabannya secara mandiri dan mampu menjadikan cerita bergambar sebagai sumber inspirasi.

       Dari penggalian informasi melalui buku cerita bergambar ini peserta didik memiliki pengetahuan dasar mengenai kebahasaan dan siswa termotivasi untuk lebih lanjut memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar sesuai tema buku cerita bergambar yang diajarkannya.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top