PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA

Print Friendly and PDF

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA

Oleh : Dini Kurniati, S.Pd.

SDN Tambakreja 06, Cilacap Selatan, Cilacap Jawa Tengah

Dini Kurniati, S.Pd.


       Pengembangan IPTEK berkaitan erat dengan penguasaan IPA. Teknologi yang dinikmati sekarang sebagian besar tercipta melalui penerapan konsep dan prinsip IPA yang diwujudkan secara teknis dalam berbagai bentuk alat dan produk teknologi. IPA mengandung tiga dimensi utama, yaitu dimensi produk, proses, dan sikap ilmiah. Dimensi produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori IPA.

       IPA diperoleh melalui penelitian dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang disebut metode ilmiah. Dimensi proses ini sangat penting dalam menunjang proses perkembangan peserta didik, anak tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga memperoleh kemampuan untuk menggali sendiri pengetahuan itu dari alam bebas. Melalui dimensi proses IPA akan dapat mengembangkan sikap ilmiah. Semiawan, dkk, (dalam Bundu, 2006) mengemukakan pentingnya penguasaan proses IPA di bangku sekolah dasar, yaitu: (1) perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung sangat cepat sehingga tidak mungkin lagi mengajarkan fakta dan konsep kepada siswa, (2) siswa akan lebih mudah memahami konsep yang abstrak jika belajar melalui benda-benda konkret dan langsung melakukan sendiri, (3) penemuan ilmu pengetahuan sifat kebenarannya relatif. Suatu teori yang dianggap benar hari ini, belum tentu benar di masa datang jika teori tersebut tidak lagi didukung oleh fakta ilmiah, (4) dalam proses belajar mengajar pengembangan konsep tidak bisa dipisahkan dari pengembangan sikap dan nilai. Keterampilan proses akan menjadi wahana penghubung antara pengembangan konsep dan pengembangan sikap dan nilai.

       Salah satu indikator untuk melihat tingkat keberhasilan pengembangan kemampuan peserta didik dalam bidang IPA adalah hasil belajar IPA siswa. Hasil belajar IPA ini nantinya akan menunjukkan tingkat penguasaan IPA dari siswa. Oleh karena pentingnya IPA, maka peningkatan hasil belajar IPA secara berkesinambungan sudah menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan.

       Salah satu perubahan paradigma pembelajaran adalah orientasi pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) beralih kepembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pembelajaran yang berpusat pada siswa maksudnya yaitu siswalah yang aktif membangun pengetahuannya sendiri, sedangkan guru hanya bertugas sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator.

       Berdasarkan refleksi diri, maka ada beberapa permasalahan sebagai penyebab rendahnya hasil belajar IPA siswa, yaitu: 1) masih menggunakan model pembelajaran konvensional dalam membelajarkan siswa. Hal ini akan mengakibatkan siswa menjadi pasif karena pembelajaran didominasi oleh guru. Pembelajaran seperti ini akan membuat siswa tidak termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran karena mereka beranggapan bahwa materi yang diajarkan terlalu abstrak dan sulit untuk dimengerti, 2) dalam mengajar hanya menggunakan satu sumber belajar. Hal tersebut akan mengakibatkan kemampuan siswa menjadi terbatas sehingga akan berdampak pada rendahnya hasil belajar IPA siswa, 3) sulit melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga aktivitas siswa menjadi pasif, 4) sebagian besar siswa menganggap bahwa IPA adalah pelajaran menghapal, membosankan, dan kurang menantang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa guru memperkenalkan IPA hanya sebatas dimensi produk saja, dengan mengabaikan dimensi proses dan dimensi sikap ilmiah, dan 5) siswa kurang dibiasakan bekerja dalam kelompok, sehingga terdapat kecenderungan yang pintar akan semakin pintar dan yang kurang akan semakin kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Ini disebabkan karena tidak adanya sharing pendapat atau diskusi terhadap suatu permasalahan. 

       Guru yang menjadi ujung tombak pelaksanaan pendidikan nasional haruslah professional. Guru professional (dalam Kurniasih, 2015) adalah semua orang yang mempunyai kewenangan serta bertanggung jawab tentang pendidikan anak didiknya, baik secara individual atau klasikal, di sekolah atau di luar sekolah.

       Hasil belajar siswa yang tinggi dalam proses pembelajaran diperlukan dalam setiap mata pelajaran. Hal ini dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam proses pelaksanan kegiatan pembelajaran. Hal ini juga diperlukan dalam kegiatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Ilmu

       Pengetahuan Alam sebagai sebuah disilplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Dalam kegiatan pembelajarannya peserta didik diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan-keterampilan IPA, sebab diharapkan mereka dapat berpikir dan memiliki sikap ilmiah. Paolo dan Marten (dalam Carin, 1993) menegaskan di dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal, dan mencoba lagi. Ilmu Pengetahuan Alam tidak menyediakan semua jawaban untuk masalah yang diajukan sehingga guru dan siswa harus tetap bersikap skeptis sehingga selalu siap memodifikasi model-model yang kita punyai tentang alam ini sejalan dengan penemuanpenemuan yang kita dapatkan.

      Penggunaan model inkuiri akan menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan akhirnya berpengaruh pada pemahaman konsep yang ditemukan. Pada prinsipnya tujuan pengajaran inkuiri membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk membantu teori dan gagasannya tentang dunia. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga keterampilan berpikir kritis. Penerapan model ini sangat penting diterapkan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top