GIVE RADIO IKOM UNIVET












Redaksi / Pemasangan Iklan






Total Tayangan Halaman

Kaprodi Sastra Indonesia FIB UNS Ajak Masyarakat Sragen Lestarikan Naskah Kuno, Literatur Ini Penjaga Identitas Budaya Kita
![]() |
Pemaparan materi oleh Asep Yudha Wirajaya dalam Sosialisasi Naskah Kuno di Aula Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Sragen. |
Kaprodi Sastra Indonesia FIB UNS Ajak Masyarakat Sragen Lestarikan Naskah Kuno, Literatur Ini Penjaga Identitas Budaya Kita
Sragen- majalahlarise.com -Di tengah derasnya arus modernisasi, naskah kuno yang tersimpan di pelosok desa sering terlupakan, padahal menyimpan jejak penting perjalanan sejarah dan budaya bangsa. Menyadari urgensi ini, Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispersip) Kabupaten Sragen menggelar kegiatan Sosialisasi Naskah Kuno: Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian dan Pendaftaran Naskah Kuno selama lima hari (26–28 Mei dan 2–3 Juni 2025).
Salah satu narasumber utama dalam kegiatan ini adalah Dr. Asep Yudha Wirajaya, Kepala Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS). Dalam sesi yang digelar di hadapan warga dari Kecamatan Gondang dan Sambirejo, Asep tampil bukan hanya sebagai akademisi, tapi juga sebagai pegiat budaya yang penuh semangat.
“Naskah kuno bukan sekadar tulisan di atas kertas lusuh atau daun lontar. Ia adalah saksi bisu yang mencatat pengetahuan, kepercayaan, hingga strategi hidup nenek moyang kita,” ujar Asep membuka materinya.
Asep menjelaskan pelestarian naskah kuno harus dilakukan secara serius melalui tiga langkah utama: identifikasi, katalogisasi, dan digitalisasi. Ia menyampaikan bahwa ketiga hal ini merupakan bentuk konservasi yang akan menjaga eksistensi naskah kuno dari kerusakan, kehilangan, maupun klaim pihak asing.
Sebagai pengingat, Asep mencontohkan kasus yang pernah terjadi saat Malaysia mengklaim batik dan reog Ponorogo sebagai warisan budaya mereka. Beruntung, naskah-naskah kuno menjadi bukti kuat dalam mempertahankan hak budaya tersebut.
“Kalau kita punya dokumentasi, apalagi berupa naskah tertulis yang mencatat sejarahnya, kita bisa melawan klaim tersebut. Inilah pentingnya manuskrip,” tegasnya dengan nada serius.
Di sesi berikutnya, Asep mengajak peserta menyelami relasi antara naskah kuno dan mitos yang hidup di masyarakat. Tak jarang, banyak naskah kuno dianggap sakral atau bahkan ‘angker’ sehingga dibiarkan membusuk di sudut-sudut rumah atau lumbung desa.
“Mitos itu sebenarnya cara nenek moyang kita menjelaskan fenomena yang belum mereka pahami. Jadi jangan takut. Kita harus membuka dan memahaminya, bukan malah menghindar,” jelas Asep, yang dikenal juga sebagai peneliti naskah klasik Jawa.
Ia menyarankan pendekatan edukatif dan komunikatif agar masyarakat tidak hanya menyimpan naskah karena takut, tetapi juga menyadari nilainya sebagai sumber pengetahuan.
Tak kalah penting, Asep menyoroti peran generasi muda. Menurutnya, anak muda perlu diberi ruang dan inspirasi untuk berinteraksi dengan naskah kuno dalam bentuk yang lebih relevan dengan zamannya.
Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta bernama Aji dari Kecamatan Gondang bertanya, “Lalu apa yang harus kami lakukan untuk merangsang generasi muda, Pak?”
Pertanyaan itu dijawab Asep dengan senyum dan solusi yang inovatif.
“Alih wahana, Mas. Kita ubah konten naskah jadi bentuk yang lebih disukai anak muda. Bisa jadi komik, film pendek, bahkan bisa kita kombinasikan dengan teknologi AI. Zaman sekarang, alatnya sudah tersedia.
Acara sosialisasi ini bukan sekadar pembekalan pengetahuan, tapi juga menjadi ajakan moral agar masyarakat Sragen ikut serta dalam pelestarian naskah kuno sebagai bagian dari tanggung jawab bersama. Dispersip Sragen berharap masyarakat dapat melakukan pelaporan, pendokumentasian, dan bekerja sama dengan institusi terkait dalam upaya pendaftaran naskah kuno ke tingkat nasional, bahkan internasional.
“Saya ingin masyarakat Sragen bisa mulai nguri-uri, merawat dan menghidupkan kembali naskah-naskah yang selama ini tersimpan tanpa dikenali. Mari kita jaga warisan ini untuk anak cucu kita,” tuturnya menutup sesi dengan nada penuh semangat.
Dengan adanya kegiatan seperti ini, Sragen tak hanya menjadi tempat penyimpanan naskah, tetapi juga ruang tumbuhnya kesadaran budaya yang kuat dari masyarakat akar rumput. (Sofyan)
Baca juga: Purnawiyata SMP Negeri 4 Wonogiri, 112 Siswa Dilepas Siap Gapai Masa Depan Gemilang
Top 5 Popular of The Week
-
5 KOMPONEN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI Oleh: Novi Astutik, S.Pd.SD SD Negeri 4 Wonogiri, Wonogiri Jawa Tengah Novi Astutik, S.Pd.SD ...
-
Proses pembuatan jenang tradisional. Melihat Lebih Dekat Usaha Jenang Tradisional 'UD TEGUH' Kedung Gudel Kenep Sukoharjo- majala...
-
FILSAFAT JAWA KIDUNGAN “ANA KIDUNG RUMEKSA ING WENGI” Oleh: Sri Suprapti Guru Bahasa Jawa di Surakarta Sri Suprapti Filsafat Jawa a...
-
ICE BREAKING SALAM PANCASILA TINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MENGGALI IDE PENDIRI BANGSA TENTANG DASAR NEGARA Oleh : Suheti Priyani, S.Pd Guru M...
-
TRADISI KROBONGAN Oleh: Aris Prihatin SMPN 1 Manyaran, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah Aris Prihatin Masyarakat J...
-
PEMANFAATAN APOTEK HIDUP DI LINGKUNGAN SEKOLAH Oleh : Rosi Al Inayah, S.Pd Guru SMK Farmasi Tunas Harapan Demak, Jawa Tengah Rosi Al Inayah...
-
ALAT PERAGA ULAR TANGGA NORMA DAN KEADILAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PPKn Oleh: Sulistiani, S.Pd Guru SMP Negeri 3 Satu Atap Mijen, Demak J...
-
Penyerahan hewan kurban dilakukan secara simbolis oleh Kepala SMP Negeri 2 Giritontro, Retno Wulandari, S.Pd., M.Pd., kepada perwakilan ta...
-
Kepala SMP Negeri 8 Surakarta, Triad Suparman, M.Pd beserta bapak ibu guru dan siswa foto bersama dengan karya tulisan kata-kata mutiara. ...
-
Trisno Diyanto saat menganyam bambu Kerajinan Anyaman Bambu Karang Lor Manyaran Wonogiri Penuhi Pesanan Sampai Luar Nege...
Tidak ada komentar: