PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

Print Friendly and PDF

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

Oleh : Leni Widiyaningsih, S.Pd.SD

Guru SDN 2 Duren, Jatiroto, Wonogiri Jawa Tengah

Leni Widiyaningsih, S.Pd.SD


       Peran guru sebagai pendidik sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga mereka siap serta mampu berinteraksi dan beradaptasi dalam kehidupan nyata dengan baik. Langkah konkret yang harus dilakukan dalam suatu pembelajaran ialah menyusun kurikulum. Selanjutnya berdasarkan kurikulum yang telah ditentukan proses pembelajaran diharapkan berjalan dengan arah dan tujuan yang telah ditentukan.

       Tentunya dalam pencapaian tujuan pembelajaran harus didukung oleh peran guru secara maksimal. Guru harus mengetahui dan menerapkan langkah yang tepat dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan pembelajaran secara komprehensif guru harus mampu memahami konsep-konsep pembelajaran yang ada. Dengan berkembangnya peradaban, manusia pun ikut terus berkembang, untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kompetensi yang dimiliki siswa maka, sudah tidak lagi diorientasikan hanya pada kompetensi kognitif. Namun, semua ranah kompetensi yang meliputi kompetensi afektif, psikomotorik, dan kognitif menjadi hal yang wajib dimiliki oleh peserta didik. Dengan adanya tuntutan yang sedemikian rupa tentu saja akan berdampak pada konsep pendidikan yang dilaksanakan oleh pendidik. Paradigma pendidik harus mulai diubah dari paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru ke arah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dari pembelajaran berbasis buku teks menuju pembelajaran berbasis konteks dan riset. Dengan adanya perubahan pandangan yang dimiliki pendidik diharapkan akan berimplikasi kepada pembelajaran yang akan dilakukan dalam kelas. Perubahan pandangan yang mendasari proses pembelajaran tentunya harus didukung oleh pemahaman guru (pendidik) terhadap konsep pembelajaran konstruktivisme.

       Konsep pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berpusat pada pemahaman. Bahwa proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik merupakan proses konstruksi pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang dilakukan oleh peserta didik sebelum pendidik memberikan stimulus dalam proses pembelajaran dalam kelas. Pada proses pembelajaran ini, pendidik dituntut menjadi fasilitator yang baik, mampu menggali potensi peserta didik. Dalam hal ini maka diharapkan peserta didik mampu menemukan pengetahuan dan pengalaman yang dilakukan oleh peserta didik sendiri serta mengembangkan kemampuannya dan mengajukan pertanyaan dari hasil pengalamannya sendiri. Namun, dalam teori sosiokultural meyakini bahwa perkembangan kognitif seseorang merupakan sebuah hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar dan masyarakat. Dari interaksi dengan lingkungan dan masyarakat inilah seseorang mampu membentuk perkembangan kongnitifnya.

       Pembelajaran konstruksitivisme mencakup beberapa unsur penting yang mencakup pertama, memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal peserta didik. Kegiatan pembelajaran ditujukan kepada peserta didik agar mampu membangun atau mengonstruk ulang pengetahuan yang sudah ia miliki di awal dengan pengetahuan baru sehingga mampu mendorong siswa agar terjadi perubahan dengan memanfaatkan teknik yang telah ia miliki. Kedua, pengalaman belajar yang autentik dan bermakna. Pembelajaran dirancang dengan kegiatan sedemikian rupa agar menjadi bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, bakat, sikap, kebutuhan siswa menjadi pertimbangan penting dalam pembelajaran. Gagasan ini bisa dilihat dari usaha yang dilakukan oleh guru dalam mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan juga penerapan konsep.

       Penerapan teori konstruktivis juga mempunyai beberapa kelemahan dan kelebihan. Kelebihannya yaitu peserta didik mampu untuk menyelesaikan masalah, merealisasikan ide serta membuat keputusan dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi lebih paham dan dapat mengaplikasikan langsung karena terlibat dalam proses pembelajaran, peserta didik akan mengingat lebih lama semua konsep pembelajaran karena ia terlibat langsung secara aktif, peserta didik akan lebih mampu bersosialisasi dengan lingkungan yang diperolehnya dari interaksi sesama teman dan guru, pemahaman peserta didik akan menjadi lebih akurat, yakin, dan mampu berinteraksi sehat sehingga menjadikan proses pembelajaran menyenangkan dan mampu membina pengetahuan baru. Sedangkan kelemahannya tampak dari beberapa hal, yaitu kurang mendukung peran guru sebagai pendidik, lebih sulit untuk dipahami karena cakupannya lebih luas. Implikasi Teori konstruktivistik dalam pembelajaran berkaitan dengan rancangan pembelajaran, seperti yang diajukan oleh Tayler beberapa sarannya yakni, kesempatan bagi peserta didik untuk mengutarakan ide secara baik sesuai dengan bahasa sendiri, memberi kesempatan peserta didik untuk berfikir lebih kreatif dan imajinatif sesuai dengan pengalamannya, kesempatan peserta didik untuk mengaplikasikan ide baru, mendorong peserta didik dalam mengembangkan gagasan yang telah ia miliki, peserta didik mampu menciptakan lingkungan yang kondusif.

       Proses pembelajaran dengan menggunakan teori konstruktivisme lebih menekankan pada keaktifan peserta didik dan membangun kembali pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Peran guru sebagai fasilitator harus mampu mendukung peserta didik dalam mengonstruksi ulang pengetahuan yang ia miliki sebelumnya kemudian dikaitkan dengan pengetahuan baru yang diperoleh dari pendidik selama proses pembelajaran. Ada tiga strategi belajar yang dikemukakan dalam teori konstruktivisme ialah, top down learning, cooperative learning dan generative learning.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top