MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA JAWA KRAMA MELALUI METODE BERMAIN PERAN

Print Friendly and PDF

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA JAWA KRAMA MELALUI METODE BERMAIN PERAN

Oleh: Devi Purwaningsih

SMK Muhammadiyah Piyungan, Bantul, Yogyakarta


Devi Purwaningsih


       Keberadaan bahasa daerah merupakan salah satu kebanggaan Bangsa Indonesia yang menunjukkan keanekaragaman budayanya. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak bahasa daerah di Indonesia yang keberadaannya ikut mewarnai keragaman budaya bangsa Indonesia. Sebagai orang Jawa yang lahir dan besar di Jawa, sudah menjadi kewajiban kita untuk melestarikan bahasa Jawa. Menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan sesama pengguna bahasa Jawa adalah salah satu cara untuk melestarikan bahasa Jawa. Nardiati (1993) menyatakan bahwa bahasa jawa merupakan bahasa komunikasi dalam pembangunan, tentu saja sangat perlu untuk dilestarikan karena penting bagi kehidupan bangsa. Akan tetapi, ironisnya sekarang ini pengguna sekaligus pemilik bahasa Jawa sudah enggan menggunakannya, bahkan sudah ada yang mulai meninggalkannya.

       Faktor yang paling dominan dari hal tersebut adalah kurangnya pendidikan berbahasa Jawa dengan baik di lingkungan keluarga. Orang tua tidak memperhatikan bahwa kurangnya pendidikan dalam keluarga akan mengakibatkan anak-anak tidak dapat menggunakan bahasa Jawa dengan benar, yang akhirnya kaum muda jika berkomunikasi dengan orang tua menggunakan bahasa Indonesia atau dengan bahasa Jawa yang sudah “rusak” (Widada, 1993). Faktor lain adalah lingkungan. Lingkungan yang kurang mendukung mereka untuk selalu menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam mereka berkomunikasi. Yang kedua secara tidak kita sadari tingkat mobilitas penduduk yang semakin tinggi juga berpengaruh. Berpindahnya orang-orang kota ke wilayah pedesaan serta banyak dibangunnya perumahan di dekat atau di daerah pedesaan sehingga banyak pendatang yang latar belakangnya bukan orang Jawa juga berpengaruh terhadap menurunnya intensitas pemakaian bahasa Jawa. Pergaulan kita dengan orang yang tidak bisa berbahasa Jawa mau tidak mau memaksa kita untuk menyesuaikan dengan mereka dalam kita berkomunikasi.

       Mata pelajaran bahasa Jawa di SMK  Muhammadiyah Piyungan sebagai mata pelajaran muatan lokal wajib, ketika proses pembelajaran berlangsung hanya sebagian kecil siswa yang mau memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Di samping itu, dalam lingkungan keluarga dan dalam pergaulan siswa tidak terbiasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama. Di rumah siswa juga terbiasa berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa ngoko atau bahasa Indonesia. Faktor- faktor tersebut itulah yang mempengaruhi kemampuan berbicara bahasa Jawa. Untuk itu guru harus pandai memilih metode pembelajaran yang tepat dan dapat merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. 

       Penyebab rendahnya hasil belajar aspek berbicara dalam bahasa jawa adalah pertama belum menjadi pembiasaan menggunakan bahasa Jawa Krama saat berdialog dengan teman sebaya ataupun berkomunikasi dengan guru sesuai kaidah bahasa krama Jawa, di samping kebiasaan orang tua di rumah atau dalam keluarga kadang-kadang terbiasa dengan basa ngoko Jawa. Kedua guru dalam mengantarkan pelajaran bahasa Jawa belum menggunakan bahasa krama dengan benar, guru masih konvensional dalam mengajar. Ketiga guru jarang menggunakan alat dan media yang variatif serta masih minimnya pengalaman guru yang beranggapan bahwa buku paket sebagai satu satunya sumber belajar yang di gunakan. Ketidakberhasilan di sebabkan pula dikarenakan kurangnya kesiapan guru saat mengajar, guru dalam mengajar masih konvensional, metode kurang variatif, guru tidak menggunakan alat peraga, siswa pasip dan pembelajaran kurang menarik dan guru masih mendominasi sehingga siswa kurang tertantang untuk belajar.

       Dengan menerapkan metode bermain peran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar serta dapat merubah perilaku yang baik untuk di jadikan contoh sebagai pembentukan karakter siswa, sebagaimana pendapat (Roestiyah 2001:90) menggunakan metode bermain peran siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis itu. Oleh karena itu metode bermain peran dapat digunakan secara bersamaan.

       Dengan metode bermain peran, siswa dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, dan mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Ia dapat belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, bagaimana cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dan dalam situasi tersebut mereka harus dapat memecahkan masalahnya. Melalui metode ini siswa menjadi mengerti bagaimana cara menerima pendapat orang lain. Siswa juga harus bisa berpendapat, memberikan argumentasi dan mempertahankan pendapatnya. Jika diperlukan dapat mencari jalan keluar atau berkompromi dengan orang lain jika terjadi banyak perbedaan pendapat. Lebih bagus lagi jika siswa mampu mengambil kesimpulan atau keputusan dari tiap-tiap persoalan (Roestiyah, 2001: 90-91).


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top