DESAIN PEMBELAJARAN

Print Friendly and PDF

DESAIN PEMBELAJARAN

Oleh : Utik Sri Wahyuti

Guru SDN 1 Wonoboyo, Wonogiri Jawa Tengah 

Utik Sri Wahyuti


       Desain pembelajaran sangat strategis, karena merupakan cara seorang guru sebagai ujung tombak perubahan melakukan usaha nyata untuk tercapainya kompetensi. Dengan demikian, keberhasilan proses pembelajaran merupakan jaminan kualitas proses perubahan peserta didik sebagai out-put. Newman dan Logan (Makmun,2003:78) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu: 

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. 

2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. 

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 

4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. 

Jika diterapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. 

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. 

       Kemp dalam Senjaya (2008:102) mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, J. R David dalam Senjaya (2008:102) menyebutkan bahwa pada strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan yang berarti strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Menurut Senjaya, (2008:87) dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: (1) Exposition-discovery Learning dan (2) Group-Individual Learning. Dari cara penyajian dan pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Desain strategi pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai guru dan peserta didik karena merupakan alat atau media, bukan tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran dikatakan tepat totalitas hasil belajar yang akan dikembangkan, baik itu kognitif, afektif atau psikomotor.

       Menurut Munthe (2009:65): Mengajar adalah membuat hasil belajar dapat tercapai (teaching as making learning possible) atau secara kontekstual bahwa mengajar adalah usaha yang memanfaatkan berbagai strategi, metode dan teknik guna memungkinkan tercapainya kompetensi/ hasil belajar tertentu dalam artian, terjadinya perubahan dari tidak bisa menjadi bisa dan tidak mampu menjadi mampu. Implikasi perubahan ini adalah semakin tinggi kualitas kompetensi hasil belajar yang diperoleh peserta didik semakin tinggi pula tingkat kualitas kompetisi yang kelak diperankan dalam kenyataan Pembelajaran ruang kelas yang efektif membutuhkan komitmen profesional. Meskipun hal-hal yang terjadi secara tak terduga dan spontan merupakan pengecualian, bukan sesuatu yang biasa terjadi. Jika guru berkeinginan memelihara lingkungan yang berorientasi pada kesuksesan (success-oriented environment) dengan cara mengembangkan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran, mereka harus terus menerus membidik dan memerhatikan aksi pengajaran yang di dalamnya terdiri dari tahap perencanaan (planning) dan penerapan (implementing) aktivitas-aktivitas pengajaran serta penilaian (assessing) performa peserta didik. Menurut (Jacobsen, David A.;Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2009:34). Belajar untuk mengajar (learning to teach) mempunyai kompleksitas dan bervariasi dalam arti bahwa tindakan ini mengharuskan adanya beragam jenis pengetahuan yang berbeda-beda. Beberapa pengetahuan itu antara lain: (1) pengetahuan konten/isi (content knowledge) yang bisa dilihat dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi; (2) Pengetahuan pedagogic (pedagogical knowledege) yang dapat dilihat dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, dan (3) Keterampilan mengajar (teaching skills). 

       Pengetahuan konten guru didasarkan pada seberapa banyak waktu yang di habiskan guru dalam berbagai pelatihan dan bacaan yang menunjang kepada peningkatan profesional karena guru tidak bisa mengajarkan apa yang tidak diketahui. Namun menurut Dreikurs & Pearl (1986) bahwa pengetahuan mengenai mata pelajaran saja tidaklah cukup untuk menjadi cakap dan mahir di kelas bahkan untuk dapat mentransfer pengetahuan tersebut sekalipun. Guru juga harus mengetahui bagaimana menerjemahkan gagasan-gagasan yang kompleks dan sulit menjadi topik-topik yang mudah dipelajari.



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top