KONSEP LAKU DALAM KEBUDAYAAN JAWA: TINJAUAN PADA KAKAWIN ARJUNAWIWAHA

Print Friendly and PDF

KONSEP LAKU DALAM KEBUDAYAAN JAWA: TINJAUAN PADA KAKAWIN ARJUNAWIWAHA 

Oleh : Reny Ayu Ratna Sari, S.Hum

Guru Bahasa Jawa SMAN 7 Kediri, Jawa Timur

Reny Ayu Ratna Sari, S.Hum


       Dalam tulisan ini, saya membahas tentang laku yang dijalankan oleh Arjuna. Laku yang dijalankan oleh Arjuna adalah tapa brata. Hal ini tertuang dalam kakawin Arjunawiwaha. Satu-satunya tujuan Arjuna dalam melakukan tapa brata ialah untuk memenuhi kewajibannya selaku seorang ksatriya serta membantu kakaknya Yudhistira untuk merebut kembali kerajaannya demi kesejahteraan seluruh dunia. 

       Laku merupakan sistem kesadaran kehidupan manusia Jawa. Segala sesuatu yang dilakukan dalam hidup manusia dipandang dan disadari serta dipahami sebagai jalan keutamaan menuju ke suatu titik yaitu kasampurnaning dumadi (kesempurnaan hidup). Laku dapat dipandang pula sebagai keprihatinan / kepediahan hati yang dirasakan oleh manusia (Darmoko, 2016).

       Bagi masyarakat Jawa, tapa merupakan sarana / wahana jalan hidup untuk menggapai anugerah Tuhan (wahyu) dalam kerangka misi memayu hayuning bawana (menjaga, memelihara, dan melangsungkan alam semesta, agar terhindar dari kerusakan dan mala petaka). Tapa pada esensinya usaha manusia untuk menjauhkan / mengedalikan diri dari nafsu-nafsu duniawi yang dapat berpengaruh negatif dalam dirinya. 

       Masyarakat Jawa percaya bahwa Tuhan itu suci. Asal muasal manusia dari Tuhan dan tujuan manusia adalah untuk kembali kepada Tuhan. Tuhan hanya menerima roh / jiwa yang suci. Untuk bisa bersatu dengan Tuhan (manunggaling kawula Gusti) maka seseorang harus bisa menyucikan jiwa terlebih dahulu. Untuk menyucikan jiwa manusia harus melakukan laku. Karena yang menyatu dengan Tuhan adalah roh / jiwa yang terlepas dari raga. Dan seseorang yang dapat atau telah melakukan laku dengan sempurna dapat menuju kasampurnaning dumadi sehingga dapat manunggaing kawula Gusti.

       Laku dalam arti disini adalah laku yang hanya dapat dijalankan oleh manusia yang memiliki kekuatan lebih. Menjalankan laku harus dengan sungguh-sungguh. Karena tidak semua orang dapat menjalankan laku dengan sempurna. Ketika menjalankan laku seseorang harus dapat mengendalikan hawa nafsu yang terdapat dalam dirinya. Dalam menjalankan laku banyak cara yang dapat dilakuakan seperti puasa, pati geni, tarak brata, tapa brata, dan lelana brata. 

       Demikian laku yang dijalankan oleh Arjuna adalah untuk mencari kedamaian di dunia. Membela kebaikan untuk dapat mengalahkan kejahatan. Dalam menjalankan laku tersebut banyak kejadian-kejadian yang mengusik Arjuna agar tapanya mengalami kegagalan. Namun, Arjuna melakukan tapa brata dengan teguh sehingga hatinya sama sekali tidak goyah ketika digoda oleh para bidadari dari kahyangan dan berbagai kejadian lainnya. 

Serat Arjunawiwaha


       Arjunawiwaha berarti “Perkawinan Arjuna”. Syair epis ini ditulis oleh Mpu Kanwa yang menurut dugaan hidup pada zaman Raja Airlangga, raja di Jawa Timur tahun 1019-1042. Di dalam kakawin Arjunawiwaha diceritakan bagaimana Arjuna menjalankan tapa brata di salah satu bukit di pegunungan Himalaya. Tujuan tapa brata Arjuna bukanlah untuk menaklukan kekuasaan jahat, melainkan memberikan bantuan kepada keluarga yang dicintainya, agar mereka dapat menaklukan dunia. 


       Serat Arjunawiwaha terdiri dari tiga bagian, yaitu tapa brata Arjuna; peperangan dengan Niwatakawaca; dan akhirnya hadiah yang diperolehnya. Dalam pembukaan diceritakan, bahwa kediaman para dewa terancam oleh para gandarwa di bawah pimpinan raja mereka, ialah Niwatakawaca. Hanya seorang manusia yang memiliki kesaktian yang dapat mengalahkan kekuatan jahat. Maka dari itu para dewa memutuskan untuk minta bantuan dari Arjuna yang namanya telah termahsur karena tapa yang ia jalankan yang tabah dan teguh.

       Terdapat pola pokok dalam kakawin Arjunawiwaha. Adapun unsur-unsur tersebut adalah raja, tapa brata, dan kekuasaan dunia. Adapun Arjuna itu seorang manusia yang istimewa, karena masih keturunan seorang raja. Beberapa kali ia disebut seorang pangeran Nrepatipura. Ia memenuhi kewajiban seorang ksatriya, dharma ksatriya, dengan memperjuangkan kemashuran seorang raja. Ia menginginkan kemahsuran dan kepahlawanan di atas para makhluk biasa, janma. Hidupnya penuh kesenangan dan permainan. 

       Tapa Arjuna dilukiskan secara konkrit. Ia duduk bersila; tangannya dalam pangkuan; pandangannya terarah kepada pucuk hidungnya; ia meleburkan diri dalam limunan; tidak mendengar sesuatu pun; ia murni laksana nirwana. Lewat tapa tersebut ia ingin melepaskan diri dari pengaruh pancaindera. Tanpa tapa kita tidak dapat menginginikan sesuatu pun dari para dewa karena keinginan tanpa tapa yang mematikan pancaindera sama dengan hawa nafsu. Maka dari itu Arjuna merupakan teladan bagi semua makhluk biasa. Namun, tapa itu tidak boleh menjadikan seseorang menjadi sombong. Seorang yang telah mencapai kesempurnaan pun tergantung pada kerelaan para dewa. Ksatriya harus menjadi pinandita. Tujuan tapa tidak boleh bersifat individualistis. Sebaliknya tujuan dan alasan tapa yang sejati ialah kerukunan dengan sanak saudaranya. 

       Dunia dengan segala keindahannya dimuliakan secara panjang lebar, terutama bila para bidadari berusaha menggodai Arjuna. Sang raja harus menjauhi ke-inderaan dunia ini, agar dapat mempersiapkan diri secara batiniah bagi tugasnya di dalam dunia tersebut. Dari lain pihak Batara Indra khawatir kalau Arjuna demikian terpukau oleh tapanya, sehingga dia melupakan tugasnya. Ini akan menimbulkan malapetaka bagi kahyangan. Tetapi Indra ditentramkan oleh Arjuna. Ia bercita-cita menguasai dunia justru bagi keselamatan sanak saudaranya. Dengan demikian ia sudah menjalankan kewajibannya bagi sesama manusia sehingga secara tidak langsung ia juga dapat memulihkan dunia. 

       Tapa sang raja itu mempunyai tujuan sekuler, duniawi, namun di sini pun sikap batin sang raja ditekankan, yaitu seorang yang telah mencapai martabat hidup yang sempurna merupakan faktor yang menentukan dalam peperangan nanti. Tapa bukan semacam teknik saja, khalwat melebihi suatu kursus indoktrinasi yang hanya menambah pengetahuan. Tetapi yang jelas Arjuna merupakan tokoh historis tertentu. Seorang pribadi yang mengatasi makhluk-makhluk lain, seorang ksatriya di atas para janma lainnya. 

       Dalam kakawin Arjunawiwaha diceritakan bahwa Arjuna merupakan raja yang menjadi panutan bagi rakyat-rakyatnya maka, sudah seharusnya ia dapat melindungi rakyat-rakyatnya dari gangguan para musuhnya. Arjuna ingin membantu saudara-saudaranya merebut kembali kekuasaan yang sudah menjadi haknya dibawah pimpinan raja yang angkara murka. Tentu ia harus memiliki kekuatan yang lebih untuk dapat mengalahkan musuhnya dan membela negaranya itu. Maka dari itu Arjuna melakukan tapa brata. 

       Dalam perjalanannya melakukan tapa, Arjuna mendapat tugas dari para Dewa untuk membantu para Dewa mengalahkan kejahatan. Karena kebaikan dan kekuatan yang dimiliki Arjuna, kejahatan tersebut dapat dikalahkan. Para Dewa memberikan hadiah kepada Arjuna dengan menikahkannya dengan tujuh bidadari kahyangan. Dalam buku kalangwan diceritakan mengenai ikhtisar Arjunawiwaha bahwa Arjuna tinggal di kahyangan selama tujuh bulan. Setelah menikahi para bidadari kahyangan Arjuna berpamitan untuk kembali kepada saudara-saudaranya untuk melakukan tugas yang sesungguhnya.

       Bagi orang Jawa, pusat di dunia ada pada raja dan keraton. Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan keraton sebagai kediaman raja. Keraton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan.



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top