HUBUNGAN ANTARA AQIDAH DAN AKHLAK DALAM ISLAM

Print Friendly and PDF

HUBUNGAN ANTARA AQIDAH DAN AKHLAK DALAM ISLAM

Oleh: Anang Jamil Miftah, S.Pd.I

MA Nuril Huda Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan Jawa Tengah


Anang Jamil Miftah, S.Pd.I


       Kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-Quran dan Hadits tampak amat ideal dan agung. Sedangkan akal pikiran sebagai alat untuk memahami Al-Quran dan Hadits. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah SWT. Ha ldemikian dinyatakan dalam Al-Quran Surah An-Nisa’ayat 59 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS.An-Nisa’:59). Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak di capai agama.

       Aqidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Akhlak mendapatkan perhatian istimewa dalam aqidah Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR.Ahmad dan al-Baihaqi).

       Islam menggabungkan antara agama yang hak dan akhlak. Menurut teori ini, agama menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia dan menjadikannya sebagai kewajiban (taklif) di atas pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini agama tidak mengutarakan akhlak semata tanpa dibebani rasa tanggungjawab. Bahkan agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-ajarannya karena agama tersusun dari keyakinan (aqidah) dan perilaku. Oleh karena itu akhlak dalam pandangan Islam harus berpijak pada keimanan. Iman tidak cukup hanya disimpan dalam hati, namun harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik. Dengan kata lain bahwa untuk mempergunakan dan menjalankan bagian aqidah dan ibadah, perlu pula berpegang kuat dan teguh dalam mewujudkan bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan dalam seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan disegenap lapangan kehidupan hanya diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia). Hasbi Ash Shiddieqy di dalam bukunya Al Islam mengatakan bahwa kepercayaan dan budi pekerti dalam pandangan Al-Quran hampir dihukum satu, dihukum setaraf, sederajat. Lantaran demikianlah Tuhan mencurahkan kehormatan kepada akhlak dan membesarkan kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seorang muslim memelihara akhlaknya dengan kata-kata perintah yang pasti, terang, dan jelas. Para muslim tidak dibenarkan sedikit juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh memudah-mudahkannya (Shiddieqy, tth). Aqidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Sebaliknya akhlak tanpa aqidah hanya merupakan layang-layang bagi benda yang tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan akhlak. Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR.Muslim) Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai iman yang lemah. Dengan kata lain bahwa iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk. 

       Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman. Beliau bersabda: ”Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula yang lain”. (HR.Hakim) Kalau diperhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berpautan dengan iman hingga boleh dikatakan bahwa tiap orang yang beriman pastilah ia mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti tidak beriman atau lemah imannya.Aqidah erat hubungannya dengan akhlak. Aqidah merupakan landasan dan dasar pijakan untuk semua perbuatan. Akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seorang mukalaf, baik hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun lingkungan hidupnya. Berbagai amal perbuatan tersebut akan memiliki nilai ibadah dan terkontrol dari berbagai penyimpangan jika diimbangi dengan keyakinan aqidah yang kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan, seperti halnya antara jiwa dan raga. 

       Hal ini dipertegas oleh Allah SWT dalam Al-Quran, yang mengemukakan bahwa orang-orang yang beriman yang melakukan berbagai amal shaleh akan memperoleh imbalan pahala disisi-Nya. Dia akan dimasukkan ke dalam surga Firdaus. Penegasan ini dikemukakan dalam firman Allah SWT. sebagai berikut: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya”(QS.Al-Kahfi: 107-108).Ayat di atas memperlihatkan betapa pentingnya aqidah dan akhlak, dengan keterpaduan keduanya seseorang akan memperoleh pahala yang besar disisi Allah dengan jaminan surge Firdaus. Hubungan antara aqidah dan akhlak ini tercermin dalam pernyataan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah yang artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. bersabda,‘orang mukmin yang sempurna imannya ialah yang terbaik budi pekertinya’.

       Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang benar, karena akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar, dengan itu ia akan mampu mengimplementasikan tauhid ke dalam akhlak yang mulia (akhlaqul karimah). Hubungan manusia dengan Allah SWT dan kelakuannya terhadap Allah SWT ditentukan dengan mengikut nilai-nilai aqidah yang ditetapkan. Karena barang siapa mengetahui Sang Penciptanya dengan benar, niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkan-Nya.



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top