Sosialisasi Identifikasi dan Pendaftaran Naskah Kuno Nusantara Digelar di Karanganyar, Dorong Pelestarian Warisan Tulis Nusantara Lewat Inventarisasi dan Digitalisasi

Print Friendly and PDF

Kegiatan Sosialisasi Identifikasi dan Pendaftaran Naskah Kuno Nusantara yang digelar di Karanganyar.


Sosialisasi Identifikasi dan Pendaftaran Naskah Kuno Nusantara Digelar di Karanganyar, Dorong Pelestarian Warisan Tulis Nusantara Lewat Inventarisasi dan Digitalisasi

Karanganyar – majalahlarise.com – Upaya pelestarian warisan intelektual bangsa kembali digelorakan melalui kegiatan Sosialisasi Identifikasi dan Pendaftaran Naskah Kuno Nusantara yang digelar di Karanganyar, Senin (27/10/2025). Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman, yakni Asep Yudha Wirajaya dan Dika Ekwan Widayat, dengan tujuan menginventarisasi naskah-naskah kuno di wilayah Karanganyar serta membangun pangkalan data naskah kuno Nusantara.

Dika Ekwan Widayat dari Museum Brojobuwono dalam paparannya menjelaskan bahwa museum tempatnya bekerja menyimpan beragam koleksi naskah bersejarah, antara lain naskah Pawukon yang memuat penanggalan Jawa seperti wuku dan weton, serta naskah berbahan lontar yang berisi teks mengenai dharma kepandean, rerajahan keris, hingga dhapur keris sebagai sumber rujukan utama dalam proses pembuatan keris.

“Perawatan naskah kuno di museum dilakukan dengan cara khusus. Naskah tidak boleh disimpan di tempat lembap dan harus ditempatkan dalam kotak penyimpanan kering,” ujarnya. 

Dika menambahkan, Museum Brojobuwono dapat dikunjungi masyarakat pada hari Selasa hingga Minggu, meskipun saat ini masih dalam tahap renovasi.

Sementara itu, Asep Yudha Wirajaya menekankan pentingnya strategi perawatan naskah kuno berdasarkan pengalaman masyarakat pernaskahan Nusantara. Menurutnya, naskah kuno yang berusia lebih dari 50 tahun memiliki nilai penting sebagai dokumen bahasa, sejarah, dan budaya.

“Isi naskah kuno sangat beragam, mulai dari agama, pengobatan, sastra, bahasa, hukum sosial, hingga politik. Materi manuskrip juga berbeda-beda tergantung daerah asalnya,” terang Asep. Ia juga menjelaskan bahwa naskah kuno diperoleh melalui berbagai cara seperti pembelian, hibah, penyalinan, bahkan hasil jarahan pada masa lampau.

Lebih lanjut, Asep menuturkan bahwa sistem penyimpanan naskah pada masa lalu biasanya mengikuti nama kolektor, misalnya Br. Brandes dan W. von de Wall. Kini, naskah-naskah tersebut tersebar di berbagai lembaga, termasuk perpustakaan, museum, keraton, hingga koleksi pribadi masyarakat. Dalam proses konservasi dan preservasi, naskah disimpan dalam wadah bambu atau tempat khusus untuk mencegah kerusakan fisik dan kimiawi, sekaligus menjaga keutuhan informasi yang dikandungnya.

Pada sesi praktik, seorang dalang asal Mojogedang bernama Gitarwo turut menunjukkan naskah kuno miliknya yang bergambar kepiting dan kelabang. Kondisi naskah yang mulai rapuh membuat tim berencana melakukan digitalisasi agar isi dan bentuknya tetap lestari sebagai arsip kebudayaan.

Dalam sesi tanya jawab, peserta menanyakan cara menerjemahkan naskah kuno berbahasa daerah seperti Jawa dan Sunda. Menanggapi hal itu, Asep menjelaskan bahwa penerjemahan memerlukan pemahaman mendalam terhadap akar bahasa serta penggunaan kamus-kamus pendukung agar makna teks tetap terjaga.

Kegiatan ditutup dengan sesi foto bersama seluruh peserta dan narasumber, menandai berakhirnya sosialisasi yang diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam upaya pelestarian dan pendataan naskah-naskah kuno Nusantara di Karanganyar dan sekitarnya. (Sofyan) 


Baca juga: Apresiasi Disiplin, Polantas Sukoharjo Beri Helm Baru untuk Pengemudi Ojol dan Pemilik SIM Tertib


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top