Festival Wiwit: Wujud Syukur atas Hasil Panen dan Warisan Tradisi Leluhur

Print Friendly and PDF

Pelaksanaan Festival Wiwit, tradisi tahunan menjadi simbol rasa syukur warga atas datangnya masa panen padi. 


Festival Wiwit: Wujud Syukur atas Hasil Panen dan Warisan Tradisi Leluhur

Boyolali – majalahlarise.com - Suasana Desa Krasak, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, pada akhir pekan ini tampak semarak dengan pelaksanaan Festival Wiwit, tradisi tahunan yang menjadi simbol rasa syukur warga atas datangnya masa panen padi. Kegiatan yang diinisiasi oleh warga Dukuh Kadisono dan Karangmojo itu berlangsung meriah dan penuh makna budaya.

Ketua Panitia Festival Wiwit, Aris Susanto, mengungkapkan acara tahun ini berjalan lancar berkat kerja sama dan semangat gotong royong masyarakat dari dua dukuh tersebut.

“Alhamdulillah acara berjalan dengan lancar sekali berkat kerja sama dan gotong royong antara Dukuh Kadisono dan Karangmojo. Kami selaku panitia menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi ini agar Festival Wiwit tidak punah, karena festival ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu,” ujar Aris kepada wartawan Jumat (10/10/2025).


Menurutnya, Wiwit merupakan tradisi yang menandai awal masa panen padi, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas hasil bumi yang melimpah. Tradisi ini juga menjadi momentum kebersamaan dan doa bersama agar hasil panen selanjutnya senantiasa diberkahi.

“Wiwit ini intinya untuk mengawali panen padi. Kita bersyukur kepada Allah atas limpahan padi yang sangat bermakna, khususnya bagi warga kami, dan umumnya bagi masyarakat Desa Krasak serta Kecamatan Teras,” tambahnya.

Dalam rangkaian acara tersebut, warga menggelar kirab tiga buah gunungan yang berisi hasil bumi seperti padi, sayur, dan buah-buahan. Gunungan tersebut diarak dari panggung menuju tempat upacara adat yaitu area persawahan lalu dilangsung ritual dan petik padi, setelah selesai ritual gunungan tersebut kembali dibawa menuju panggung. Seusai prosesi doa, warga beramai-ramai mengikuti tradisi “rebutan gunungan”, yang diyakini membawa berkah dan kemakmuran.

Selain gunungan, masyarakat juga membawa ingkung ayam berupa ayam utuh yang dimasak dengan bumbu tradisional Jawa sebagai bagian penting dari ritual Wiwit.

“Membawa ingkung itu wajib. Artinya, kita bersyukur masih diberi kesehatan dan kekuatan untuk menjalani kehidupan di dunia ini,” jelas Aris. 

Festival Wiwit ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga mempererat hubungan sosial antarwarga. Tradisi ini menggambarkan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa seperti gotong royong, kebersamaan, dan rasa syukur kepada Sang Pencipta. (Ags/ Sofyan)


Baca juga: Program Insentif Guru Agama dan Penghafal Qur’an Pemprov Jateng Tuai Apresiasi, Siap Direplikasi Rabithah Alawiyah


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top