BAHASA JAWA SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KARAKTER

Print Friendly and PDF

BAHASA JAWA SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KARAKTER

Oleh: Joko Sriyanto, S.Pd

SMP Negeri 1 Karangtengah, Karangtengah, Wonogiri Jawa Tengah


Joko Sriyanto, S.Pd


       Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat khususnya di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Bahasa Jawa memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan orang Jawa karena mengandung nilai budaya luhur orang Jawa. Pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar dan menengah merupakan sarana pendidikan karakter. Menurut kurikulum muatan lokal, mata pelajaran bahasa Jawa sekarang menjadi mata pelajaran wajib. Sangat penting untuk mengajarkan bahasa Jawa sejak dini, karena pembelajaran bahasa Jawa digunakan untuk memelihara nilai-nilai budaya, membimbing siswa untuk berkembang di lingkungan, serta membangun dan memperkuat karakter bangsa. Pemberian kursus bahasa Jawa di sekolah diharapkan juga tetap menjaga tradisi dan budaya Indonesia.

       Menurut Sujarwadi (2010:10), dalam pembelajaran Bahasa Jawa, peserta didik dapat yang disesuaikan dengan kaidah kemahiran Bahasa Jawa. Kesopanan dalam berbahasa Jawa termasuk dalam kaidah tata krama mengajarkan penutur untuk menghormati lawan bicaranya.

       Dari pemilihan kata-kata dalam bahasa lisan, dapat dilihat sopan atau tidaknya ketika menghormati lawan bicara. Perkataan tidak boleh lepas dari kesantunan, karena dalam budaya Jawa kesantunan akan tercermin dalam pengucapan dan perilaku. Hal ini merupakan bentuk peran yang harus diajarkan di sekolah dengan menyediakan fasilitas dan suasana belajar yang menyenangkan untuk mengasah kemampuan berbahasa peserta didik. Adanya pembelajaran Bahasa Jawa diharapkan dapat menghasilkan generasi muda Jawa yang dapat melatih keterampilan berbahasa sesuai kaidah bahasa, sekaligus menunjukkan kepribadian orang Jawa.

       Belajar mengenal adanya tata krama, yaitu suatu bentuk kesopansantunan ketika berbicara Pada era globalisasi seperti saat ini, moral dan karakter anak mengalami kemerosotan yang sangat signifikan. Budaya sopan santun dan menghormati orang yang lebih tua pun sudah jarang ditemukan. Di lingkungan sekolah saja masih banyak dijumpai peserta didik yang berbicara kepada guru menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko disertai perilaku yang tidak menunjukkan suatu penghormatan. Hal ini disebabkan karena pendidikan karakter anak yang masih rendah.

       Dampak dari kurangnya pendidikan karakter anak yaitu menjadikan anak tidak memiliki unggah-ungguh yang baik. Unggah-ungguh dalam bahasa Jawa ada yang mengacu pada bahasa, yang disebut dengan undha-usuk basa (stratifikasi bahasa Jawa ragam ngoko dan krama atau tata basa) dan unggah-ungguh yang mengacu pada sikap, yang disebut dengan tata krama. Penerapan unggah-ungguh dalam kehidupan sehari-hari misalnya, ketika berjalan di depan orang yang lebih tua hendaknya anak dibiasakan untuk membungkuk dan meminta permisi atau dalam bahasa Jawa lazim digunakan kata “nuwun sewu”. Kebiasaan seperti itu sudah jarang sekali terlihat dan dilakukan anak-anak.

       Institusi pendidikan yang terdiri dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial perlu menjadi teladan bagi proses pendidikan karakter seorang anak. Identitas diri anak sebagai wujud pembentukan karakter dan perkembangannya akan dipengaruhi lingkungan sekitar, sedangkan lingkungan sekitar terdekat bagi anak adalah keluarga. Kita ketahui bahwa pendidikan pertama kali diterima anak adalah berasal dari keluarga. Karakter akan terbangun dari proses pembiasaan yang berulang-ulang sejak dini. Sehingga proses ini lebih akan tertanam dan membekas pada diri anak daripada melalui institusi pendidikan lain atau lembaga formal.

       Kegagalan dalam pendidikan di ranah keluarga akan menyebabkan anak menjadi tidak mempunyai kepribadian yang baik. Hal ini perlu dilakukan pembiasaan positif setiap harinya. Pembiasaan tersebut harus terintegrasi dengan pahamnya anak tentang baik dan buruk, mengerti tindakan yang harus diambil, dan terbiasa melakukan kebajikan. Salah satu upaya untuk melakukan pembiasaan positif adalah dengan melakukan komunikasi yang sopan dan santun.

       Penerapan bahasa Jawa mempengaruhi nilai moral kesopanan dan unggah-ungguh pada anak. Mengimplementasikan bahasa Jawa ragam krama masih sulit untuk anak, hal ini dikarenakan ragam ngoko lebih mudah dipahami. Bahasa Jawa ragam ngoko sering digunakan anak di usia sebayanya, maka anak cenderung mudah menerapkan bahasa Jawa ragam ngoko dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko menjadi kurang etis jika digunakan kepada orang yang lebih tua.

       Pengenalan bahasa Jawa krama pada anak dapat dilakukan orang tua atau guru. Orang tua dapat membiasakan anak untuk berkomunikasi dengan ragam krama ketika anak berada di luar rumah. Hal ini akan mempengaruhi anak dalam bertutur kata jika sedang berada dalam komunikasi spontan dengan lawan bicara yang lebih tua. Penerapan bahasa Jawa ragam krama secara berulang-ulang dapat menstimulus anak menerapkan ragam krama pada orang yang lebih tua atau orang yang dihormati. Dengan begitu, budaya sopan santun dan saling menghormati akan tertanam dalam diri anak, sehingga karakter anak pun akan baik.



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top