RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR TERAPHY (REBT) UNTUK MENGUBAH POLA PIKIR NEGATIF

Print Friendly and PDF

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR TERAPHY (REBT) UNTUK MENGUBAH POLA PIKIR NEGATIF


Oleh: Beti Lita Andini, S.Pd

Guru BK di SMP Negeri 4 Kertek, Wonosobo Jawa Tengah


Beti Lita Andini, S.Pd


       Perkembangan masa remaja adalah masa transisi atau periode peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang terjadi pada umur 12 hingga 21 tahun bagi wanita dan 22 bagi pria (Asrori dalam Ajhuri, 2019, hlm. 122). Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Masa remaja dimulai pada usia 12-18 tahun atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa peluang untuk tumbuh bukan hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan psikososial. Otonomi; harga diri, dan intimasi. Periode ini juga amat berisiko. Secara psikologis masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana remaja tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama (Hurlock, 1999 dalam Thahir, 2018, hlm. 147).

       Sehubungan dengan perubahan psikis pada remaja, hal ini menjadi masalah pada salah peserta didik yang Bernama T. T adalah anak pertama dari dua saudara. T berasal dari keluarga yang sederhana, orang tua T berwiraswasta. T mempunyai pola pikir negatif tentang kondisi fisiknya yang dianggap gemuk, kurang cantik dan berkulit hitam. Sehingga mengakibatkan T selalu menggunakan make up yang berlebihan saat di sekolah. Selain karena kondisi fisik, hal lain yang menjadi penyebab T menggunakan make up berlebihan yaitu karena T mengaku pernah di buli teman sekelasnya dengan dibilang “jelek” oleh salah satu temannya. Akhirnya untuk menutupi itu semua T menggunakan make up secara berlebihan saat di sekolah. Hal ini dilakukan supaya T tidak merasa rendah diri/insecure dan lebih percaya diri tentunya.

      Berdasarkan Tes Diagnostic Non Kognitif, observasi, wawancara dengan pihak terkait, dan hasil dari tes diagnostic non kognitif  didapatkan beberapa factor yang melatarbelakangi terjadinya pola pikir negatif konseli tentang penampilan adalah segalanya yaitu Konseli mengalami rasa tidak percaya diri dan insecure dengan fisiknya yang dinilainya gemuk sehingga untuk menutupi kekurangannya itu konseli selalu  memakai make up yang berlebih saat di sekolah. Orang tua membiarkan anaknya bermake up secara berlebihan. Lingkungan tempat tinggal konseli sebagian dari SMP masih ada yang tidak melanjutkan ke SMA/SMK sehingga mereka sangat mementingkan penampilan. Pada akhirnya menular ke peserta didik SMP N 4 Kertek. Konseli mengikuti trend jaman sekarang, pengaruh dari media sosial, tokoh idola Kpop dan lain-lain.

       Karena keyakinan yang bersumber dari pikiran positif bisa berdampak pada hal yang baik. Sebaliknya, pikiran negatif dapat menghasilkan sesuatu yang kurang baik. Dampak dari pola pikir negatif ini sangat berpengaruh pada pribadi dan interaksi sosial. Selain itu, berpikir positif dapat berdampak ke kondisi fisik. Orang yang pikirannya dipenuhi hal-hal atau emosi negatif biasanya mengalami gangguan tidur seperti insomnia. Dan pada kenyataanya masih banyak orang yang kurang memahami tentang pola pikir dan konsep diri positif, yang tentunya berawal dari situ dapat mempengaruhi ke segala hal.

       Berdasarkan situasi di atas, perlu dilakukan upaya yang tepat supaya tujuan dapat tercapai yaitu  layanan konseling individu dengan pendekatan Rational Emotive Behaviour Teraphy (REBT) teknik Dispute Cognitif. Oleh karena itu, dari hasil kajian literatur dan wawancara, penulis yang berperan sebagai konselor mendesain layanan konseling individu yang  inovatif untuk membantu peserta didik dalam mengubah pola pikir negatif tentang kondisi fisiknya sasaran berikutnya yaitu mengubah perilakunya yang selalu menggunakan make up secara berlebihan saat di sekolah.

       Secara global langkah-langkah dalam konseling individu tersebut yaitu dimulai dari attending, tujuan konseling, konselor mengidentifikasi permasalahan konseli dengan dengan analisis ABCDE (Antecedent, Behavior, Consequence, Disputing, Effect) terkait penjelasan permasalahan yang terjadi dengan rinci dari sudut          pandang konselor, T diminta untuk menuliskan pendapatnya tentang arti cantik dalam LKPD, pemberian pertanyaan Dispute Kognitif, dilanjutkan menonton video tentang pentingnya pola pikir negatif, pembuatan keputusan dari T sendiri, refleksi, merangkum hasil dari konseling, dan penutup.

       Setelah pelaksanan konseling individu, T mengaku merasa lebih terbuka pikirannya tentang arti cantik, pentingnya pola pikir positif dan bergaya sesuai dengan usianya. Sehingga T berkomitmen akan mengubah pola pikir negatif dan mengubah perilakunya yang selalu menggunakan make up secara berlebihan saat di sekolah. Dan tentunya T mengaku  merasa lebih nyaman, percaya diri dan dapat menerima dirinya sendiri.

       Keberhasilan layanan konseling dikarenakan guru BK mengerahkan segala kompetensi dan keterampilan yang dimiliki. Kemudian mendapat ijin dan dukungan moral Kepala Sekolah. Koordinasi dengan wali kelas dan teman sejawat membantu dalam pengumpulan himpunan data sebagai dasar informasi bagi guru BK. Serta hasil dari evaluasi proses, meliputi: keaktifan konseli dalam proses layanan, antusias dalam mengikuti kegiatan, kreatif dalam mencari alternative solusi, terbuka dalam mengutarakan permasalahan, cukup mandiri dalam menemukan solusi permasalahan serta dapat berkomitmen dalam melaksanakan keputusan dan kesepakatannya.

       Pembelajaran yang didapatkan dari keseluruhan proses ini adalah saya memperoleh pengembangan, pengetahuan dan keterampilan konseling yang inovatif, yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dapat menyiapkan analisis kebutuhan konseli, identifikasi masalah, mencari alternatif  solusi, menemukan referensi jurnal tepat, menggunakan media yang sesuai dengan permasalahan konseli, penyusunan PRL dan instrumen layanan yang relevan. Serta, dapat menyiapkan perangkat layanan sesuai dengan tupoksi layanan, yang meliputi pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun perangkat konseling individu.




Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top