SASTRA, SEBAGAI WAHANA MENUMBUHKAN BUDI PEKERTI PADA SISWA SMP

Print Friendly and PDF

SASTRA, SEBAGAI WAHANA MENUMBUHKAN BUDI PEKERTI PADA SISWA SMP

Oleh : Triya Utaminingsih, S.Pd.

Guru SMP Muhammadiyah Ajibarang, Kabupaten Banyumas Jawa Tengah

Triya Utaminingsih, S.Pd.



       Melihat berita tentang kenakalan pelajar di media baik cetak maupun elektronik sekarang, cukup memprihatinkan. Kasus tawuran baru-baru ini melibatkan pelajar usia 15-18 tahun sejumlah 8 orang yang terjadi di Jakarta Barat Senin (4/10) di wilayah Kembangan Utara. Polisi telah mengamankan 8 pelaku yang menyebabkan satu orang terluka parah. Kejadian bermula dari status di media sosial saling sindir dan adu kekuatan. Menurut Kanit Reskrim Polsek Kembangan AKP Fredo Elfianto dalam konferensi pers menyebutkan “Ini pembelajaran bagi kita mengingat PPKM level 2 sekolah mulai tatap muka, maka pihak kepolisian berpesan ke orang tua dan sekolah untuk mengawasi pelajar dan anak didik agar terhindar dari tawuran. Sehingga tidak ada korban jiwa,” sambungnya. “Atas perbuatannya pelak tersebut dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara. Tawuran antargeng pelajar juga terjadi di Kabupaten Bantul, DIY. Sebab peristiwa ini menyebabkan satu orang tewas dan satu orang diantaranya terluka. Sementara pelaku bejumlah 11 pelajar yang sudah diamankan polisi.

       Berbagai peristiwa seperti di atas sering terjadi di lingkungan sekitar kita. Yang memprihatinkan adalah pelakunya kebanyakan pelajar yang masih di bawah umur. Akibatnya waktu berharga yang mestinya dilalui mereka dengan cerita bersama teman-teman di sekolah, harus mereka habiskan di balik jeruji besi. Semua berawal dari kurangnya sikap budi pekerti pada diri mereka.

       Menurut Zuriah (2008:19) pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranak afektif (perasaan dan sikap) tana meninggalkan  ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill atau psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakakan pendapat, dan kerja sama).

       Sedangkan menurut terminologi pengertian budi pekerti ialah nilai-nilai perilaku manusia yang diukur berdasarkan kebaikan dan keburukannya lewat ukuran norma agama, hukum, norma, tata karma, serta sopan santun, ataupun budaya, dan adat istiadat sebuat masyarakat sebuah bangsa. Budi pekerti sangat penting agar peserta didik mampun memahami, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai budi pekerti luhur yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat (Depdiknas, 2003). Melihat pentingnya peran pendidikan budi pekerti yang strategis dalam pembentukan karakter bangsa yang beradab, maka dalam kurikulum telah ditetapkan bahwa pendidikan budi pekerti merpakan bagian integral dari semua pelajaran pada semua jenjang pendidikan di sekolah, termasuk dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (Depdiknas 2003). Berbagai pihak juga menengarai bahwa kegagalan pendidikan budi pekerti yang terjadi sampai saat ini dikarenakan pendidikan budi pekerti hanya menakankan pada aspek kognitif saja.

       Pendidikan budi pekerti memiliki tujuan untuk mengambangkan nilai, perilaku, dan sikap siswa dalam melancarkan akhlak muia ataupun budi pekerti luhur. Pendidikan budi pekerti juga merupakan niai-nilai yang akan dibentuk yakni tertanamnya akhlak mulia di dalam diri peserta didik kemudian akan diwujudkan pada tingkah lakunya. Menumbukan sikap budi pekerti sudah seharusnya diterapkan sejak dini, karena pada dasarnya setiap peseta didik memilki bibit-bibit nilai positif. Mereka perlu pembiasaan yang memungkinkan pengetahuan itu menjadi karakter diri dalam keseharian dan akhirnya menjadi budya bersama yang baik. Pendidikan budi pekerti juga bertujuan untuk menumbuhkan sikap penghargaan terhdap sesama manusia, sehingga apabila budi pekerti sudah dimiliki oleh peserta didik, mereka akan tahu bahwa pribadi manusia sangat bernilai, sehingga tak boleh direndahkan ataupun disakiti, apalagi sampai melalukan kekerasan antar sesama pelajar.

       Dalam lingkugan pendidikan, berbagai strategi dilakukan untuk menumbuhkan budi pekerti. Di SMP Muhammadiyah Ajibarang misalnya menggunakan sastra dalam usaha menumbuhkan budi pekerti pada siswa. Kegiatan sastra yang dapat menumbuhkan budi pekerti yang bias dilakukan adalah “Gerakan Lima Menit Membaca” siswa di sini diminta untuk membaca segala jenis buku sastra yang disukai. Dalam satu bulan anak diminta untuk melaporkan kegiatan membacanya dengan mengumpulkan resume buku bacaannya.

       Sastra diyakini dapat membantu proses pembentukan budi pekerti anak, di dalam karya sastra terkandung nilai-nilai positif, nikai-nilai budaya, nilai-nilai budaya, social, moral, kemanusiaan, hingga agama. Dengan membaca sastra, anak akan bertemu yang kritis pada satu sisi dan pribadi yang bijaksana pada sisi lain. Pribadi yang kritis dan bijaksana ini bisa terlahir karena pengalaman seseorang membaca sastra telah membawa anak bertemu dengan berbagai macam tema dan latar serta berbagai manusia dengan beragam karakter. Sastra dalam banyak hal memberi peluang kepada anak untuk mengalami posisi orang lain, yang menjadikannya berempati kepada nasib dan situasi manusia lain. Sastra sangat cocok digunakan sebagai wahana penumbuhan budi pekerti. Sebab dengan sering membaca teks sastra bisa menumbuhkan pendidikan budi pekerti, lambat laun sikap positif akan tertanam pada diri anak. Dengan demikian, budi pekertinya akan tumbuh seiring dengan bertambahnya usia sampai anak dewasa kelak.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top