ACSB Wonogiri Gelar Edukasi Budidaya dan Pengolahan Koro Pedang, Dorong Ketahanan Pangan dan Kemandirian Ekonomi Keluarga

Print Friendly and PDF

Peserta pelatihan dan narasumber saat foto bersama.

ACSB Wonogiri Gelar Edukasi Budidaya dan Pengolahan Koro Pedang, Dorong Ketahanan Pangan dan Kemandirian Ekonomi Keluarga

Wonogiri – majalahlarise.com - Komunitas ACSB (Asia Council for Small Business) Wonogiri menggelar kegiatan Edukasi Budidaya dan Pengolahan Hasil Panen Koro Pedang, bertempat di Bimardi Park & Farm, Sendangijo, Selogiri, Wonogiri, pada Minggu (9/11/2025). Kegiatan ini menghadirkan Sukesti Nuswantari, pengusaha tempe koro pedang sekaligus inisiator gerakan pengolahan pangan lokal berbasis bahan non-impor.

Dalam sesi edukasi yang berlangsung interaktif tersebut, Sukesti menyampaikan pentingnya mengenalkan koro pedang sebagai bahan alternatif pengganti kedelai dalam pembuatan tempe. 

“Saya memang punya inisiasi mengadakan pelatihan pembuatan tempe koro pedang bersama teman-teman ACSB. Harapan saya, peserta mulai mengenal bahwa koro pedang itu bisa diolah menjadi berbagai produk, salah satunya tempe makanan pokok yang setiap hari kita konsumsi,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi selama ini ironis karena sebagian besar tempe yang dikonsumsi masyarakat Indonesia berasal dari kedelai impor. Padahal, Indonesia memiliki potensi bahan lokal seperti koro pedang yang mudah ditanam, tidak memerlukan perawatan khusus, dan bisa tumbuh di berbagai lahan, termasuk pekarangan rumah dan lahan kosong.

“Menanamnya mudah, bisa di sela-sela masa tanam padi. Saya ingin ibu-ibu tidak terburu-buru menjual hasil panen, tetapi mengolahnya sendiri untuk ketahanan pangan keluarga. Bahkan jika terbentuk komunitas pembudidaya, hasil panen bisa terserap oleh produsen tempe di desa,” tambah Sukesti.

Ia juga menjelaskan manfaat koro pedang sangat luas. Selain bijinya diolah menjadi makanan, daun, kulit rangkang, hingga kulit ari dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. 

“Jadi petani terbantu, peternak pun tidak kesulitan mencari pakan saat musim kemarau. Dari sisi pelaku UMKM, koro pedang juga bisa diolah menjadi berbagai produk seperti keripik tempe, tepung, kue kering, maupun kue basah. Ini peluang ekonomi yang besar,” paparnya antusias.

Lebih lanjut, Sukesti mengungkapkan budidaya koro pedang tidak membutuhkan lahan luas. “Di tegalan bisa, bahkan di polybag pun bisa tumbuh. Jadi ibu-ibu di perumahan juga bisa menanam. Selain menjadi tanaman hias, koro muda bisa dimasak sebagai sayur, mirip kecipir atau buncis,” jelasnya.

Selain mendukung ketahanan pangan nasional, Sukesti menambahkan koro pedang juga berpotensi untuk mengatasi masalah stunting, karena kandungan gizinya setara dengan kedelai. Dalam sesi praktik, peserta pelatihan juga diajak mempelajari cara menanam biji koro pedang, yang dapat mulai tumbuh dalam 3–4 hari dan bisa dipanen dalam waktu sekitar dua bulan.

“Zaman nenek moyang kita dulu juga sudah mengenal koro pedang sebagai sayuran. Di Jepang, harga koro pedang muda bisa mencapai 160 ribu rupiah per kilogram. Ini bukti bahwa bahan lokal kita punya nilai ekonomi tinggi,” terang Sukesti.

Pelatihan kali ini menjadi kegiatan perdana ACSB Wonogiri dalam memperkenalkan koro pedang kepada masyarakat lokal. Sebelumnya, Sukesti telah beberapa kali mengadakan workshop serupa di kota Solo, bahkan di pusat perbelanjaan. 

“Antusias peserta selalu luar biasa. Produk tempe koro pedang saya selalu habis terjual karena banyak yang suka rasanya. Harapan saya, pelatihan ini bisa melahirkan produsen-produsen tempe koro pedang baru di Wonogiri,” pungkasnya.

Kegiatan edukatif ini menjadi langkah nyata ACSB Wonogiri dalam mendukung gerakan pangan lokal dan pemberdayaan masyarakat, khususnya ibu-ibu rumah tangga dan pelaku UMKM, agar lebih mandiri dan produktif melalui inovasi bahan pangan alternatif. (Sofyan)


Baca juga: Puncak Peringatan Dies Natalies ke-14 DKV ISI Surakarta, Gelar Doa Bersama dan Pemotongan Nasi Tumpeng


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top