Analisis Wacana Kritis Era Digital untuk Multigenerasi NKRI

Print Friendly and PDF

Analisis Wacana Kritis Era Digital untuk Multigenerasi NKRI


Oleh: Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, Ketua Umum ADOBSI, & Penggiat LIterasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube: M. Rohmadi Ratulisa


"Kawan, belajar dan membelajarkan diri dalam multikonteks wacana akan membuka ruang semesta belajar secara kreatif dan kritis"


Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.


       Belajar linguistik menjadi komitmen bersama seluruh umat manusia dalam berbagai konteks. Linguistik memiliki dua pilar yaitu linguistik struktural dan fungsional. Linguistik struktural mengkaji dan memahami bahasa berdasarkan bentuk dan fungsi, sedangkan linguistik secara fungsional mengkaji bahasa yang didasarkan pada, bentuk, fungsi, dan konteks. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diuraikan dan dideskripsikan untuk mengingat kembali wawasan kesemestaan bidang linguistik umum yang dipelajari saat semester satu. Linguistik struktural memelajari dan mengkaji bidang fonologi, morfologi, sintaksis, analisis wacana, semantik. Sementara  linguistik fungsional memelajari dan mengkaji bidang pragmatik, psikopragmatik, sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, religiolinguistik, etnolinguistik, dan lain sebagainya. Dengan demikian, memelajari linguistik struktural dan fungsional harus dijadikan dasar pemahaman analisis wacana kritis dalam berbagai konteks.

       Analisis wacana kritis (AWK) memiliki aneka objek kajian dalam media cetak dan online. Belajar AWK harus memahami objek kajian AWK yang dihasilkan oleh manusia sebagai pengguna bahasa, baik yang terikat pada konteks. Oleh karena itu, perlu dipahami bagaimana objek kajian AWK ini dapat diidentifikasi secara lengkap sebagai data dan fakta empirik untuk dikaji dalam kajian AWK, baik terikat teks, koteks, dan konteks. Contoh: Kalimat-kalimat yang terajut sebagai paragraf dan wacana sebagai teks dalam media cetak dan media online. Media cetak, seperti Kedaulatan Rakyat, Kompas, Republika, Solopos, Suara Merdeka, Suara Pembaharuan, Sindo, dan media-media lainnya. Media-media online, seperti: intsagram, facebook, tiktok, twitter, inline, youtube, dan media lainnya. Semua teks data dalam media cetak dan online tersebut dapat dijadikan  sebagai objek dan fakta, data empirik untuk dapat dikaji dan dianalisis berbasis teks, koteks, dan konteks. AWK harus mampu mendeskripsikan, menjelaskan, dan mengkritisi sebagai wujud solusi sebagai pemecahan masalah tanpa masalah berbagai diskusi dan integrasi multikonteks dalam berbagai data dan fakta empirik secara berkelanjutan.

      BBelajar AWK tentu harus memiliki dasar pemahaman secara tek, koteks, dan konteks agar dapat masuk ke berbagai ranah bidang keilmuan, baik berbasis struktural maupun fungsional. Saat memilih data-data AWK harus dapat diidentifikasi dan dipertanggungjawabkan secara sahih sehingga valid sebagai fakta dan data empirik dalam penelitian bidang linguistik. Dosen dan mahasiswa harus memiliki dan memahami berbagai pisau analisis dalam linguistik struktural dan fungsional, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. AWK memiliki aneka macam kajian yang dilihat dengan berbagai pendekatan yang terintegrasi, baik teks, koteks, dan konteks yang diterapkan. AWK akan dapat menjadi salah satu pionir pengembangan diri untuk dapat menguasai dan memahami bidang AWK yang berkelanjutan. AWK harus dapat ditunjukkan dengan berbagai karya nyata, baik kajian kritis terhadap teori dan praktek untuk dilakukan analisis secara mendalam dalam berbagai objek kajian AWK dalam media cetak dan online.

       Era digital menyediakan kelimpahan data AWK yang tersedia sebagai data-data linguistik struktural dan fungsional. Seorang peneliti, dosen, mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia, baik pendidikan maupun non pendidikan harus mampu menemukan hal-hal baru yang kritis dan sesuai dengan perkembangan zaman. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan AWK harus dapat mendukung perwujudan ketrampilan abad xxi, yaitu: (1) berpikir kritis, (2) berpikir kreatif, (3) kolaboratif, dan (4) komunikatif. Pengembangan dan kajian AWK akan dapat mendukung implementasi dan akselerasi penguasaan enam literasi dasar bagi guru, peserta didik, dosen, mahasiswa, peneliti, dan masyarakat. Enam literasi dasar tersebut  antara lain: (1) literasi menulis dan membaca, (2) literasi numerik, (3) literasi digital, (4) literasi sains, (5) literasi keuangan, dan (6) literasi budaya & kewargaan. Dengan demikian, enam literasi dasar tersebut sebagai dasar peningkatan kompetensi profesional SDM dan multigenerasi NKRI untuk dapat meningkatkan kemauan dan kemapuan untuk berliterasi dengan ratulisa (rajin menulis dan membaca) secara komprehensif.

       Semua mahasiswa, peserta didik, guru, dan dosen abad XXI harus terus meningkatkan kemampuan dan kemauan untuk terus melaksanakan jelajah literasi digital (JLD). Kecepatan dan kepekaan secara kritis untuk menganalisis berbasis pisau analisis AWK harus dapat memanfaatkan berbagai kajian AWK yang sudah dilakukan sebelumnya. Aneka sumber data digital harus dapat dimanfaatkan sebagai sumber data AWK dan literasi digital secara berkelanjutan dalam berbagai bidang kajian struktural dan fungsional linguistik. Komitmen diri untuk terus belajar dan membelajarkan diri mengenai AWK Bagai mahasiswa sarjana, magister, dan doktor harus mampu melakukan 5M: mengidentifikasi, merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan menindaklanjuti secara berkelanjutan untuk menemukan Solusi kritis berdasarkan sumber-sumber cetak dan digital sebagai data AWK. Yakinlah bahwa sember data AWK tersedia berlimpah secara cetak dan digital sehingga dapat dilakukan kajian berbasis teks, koteks, dan konteks untuk dapat menemukan penyelesaian masalah tanpa masalah.


“Kesunyian senja dalam pelukan semesta di beranda istana arfuzh ratulisa membuka ruang untuk terus berliterasi dengan ratulisa sepanjang masa untuk kemajuan dan kejayaan multigenerasi NKRI”

Merangin Jambi, 23 Februari 2024


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top