Lestarikan Budaya dan Kearifan Lokal, Guru dan Karyawan SMPN 8 Surakarta Balajar Karawitan

Print Friendly and PDF

Guru dan Karyawan SMPN 8 Surakarta saat berlatih karawitan.


Lestarikan Budaya dan Kearifan Lokal, Guru dan Karyawan SMPN 8 Surakarta Balajar Karawitan


Solo- majalahlarise.com -Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat, (Wikipedia).

Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Kearifan lokal juga merupakan ciri khas etika dan nilai budaya dalam masyarakat lokal yang diturunkan dari generasi ke generasi. Lebih lanjut kearifan lokal juga didefinisikan sebagai kemampuan beradaptasi, menata, dan menumbuhkan pengaruh alam serta budaya lain yang menjadi motor penggerak transformasi dan penciptaan keanekaragaman budaya Indonesia yang luar biasa. Ini juga bisa menjadi suatu bentuk pengetahuan, kepercayaan, pemahaman atau persepsi beserta kebiasaan atau etika adat yang menjadi pedoman perilaku manusia dalam kehidupan ekologis dan sistemik. 

Guru- guru dan Karyawan SMP Negeri 8 Surakarta di bawah pimpinan Triad Suparman, M.Pd. tampak antusias dalam kegiatan latihan karawitan di Aula SMP Negeri 8 Surakarta. Latihan rutin ini dimulai sejak beberapa hari yang lalu, sebagai program unggulan sekolah.

Kegiatan ini termasuk dalam kegiatan olah seni yang dilakukan Bapak/ Ibu Guru disela-sela kesibukan mengajar. Latihan karawitan yang dibimbing oleh Bapak Sudarsono, S.Kar. ini berlangsung setiap hari Kamis. Guru mata pelajaran dan Karyawan terlibat dalam kegiatan ini. Bagi Bapak Ibu Guru yang tidak berlatar belakang seni, kegiatan ini sekaligus mengenalkan tentang tangga nada pentatonis, yakni pada gamelan yang berlaras pelog dan slendro.  Adapun Gendhing Jawa yang dilatih adalah Gambang Suling, Gundhul-Gundhul Pacul dan Kuwi apa Kuwi. Untuk latihan berikutnya akan berlatih dengan lagu Sluku-Sluku Bathok.

Kegiatan ini memiliki manfaat positif bagi Bapak Ibu Guru serta lingkungan SMP Negeri 8 Surakarta. Bapak Ibu Guru menjadi mengenal jenis gamelan, berlatih teknik menabuh, bentuk tangga nada, laras, pathet, tata krama sikap dalam memainkan alat musik gamelan, bahkan tips untuk bisa duduk dengan nyaman saat memainkannya.

Dengan adanya kegiatan seperti ini, diharapkan bisa menjadi salah satu pengembangan dan pelestarian seni karawitan yang menjadi warisan leluhur, sehingga kelak makin dicintai dan dilestarikan di setiap generasi. Hal ini sekaligus menjadi teladan bagi para Peserta Didik  untuk dapat beraktivitas seni dan mencintai budaya yang dimiliki Kota Surakarta. 

Menurut pelatih Sudarsono, S.Kar, peserta dalam kegiatan ini hanya dengan sekali menerima instruksi dari pelatih karawitan, sudah berhasil menabuh dengan baik. Latihan karawitan ini dilakukan kurang lebih dua jam sekali berlatih.

"Penabuh rata-rata belum pernah memegang gamelan sama sekali. Dan yang ditabuh bukan pilihan sendiri namun karena hanya itu yang belum ada penabuhnya. Jadi mereka benar-benar merasa hal yang baru namun menyenangkan. Mungkin dasarnya harus senang lebih dulu, jadi mereka cepat bisa menabuh dengan baik," terang Sudarsono.

Latihan karawitan saat ini diakui oleh beberapa “penabuh” membuatnya terhibur. Bahkan konsentrasi pada latihan berhasil mengalihkan rasa “galaunya” saat menagih tugas dari Peserta Didik. Lebih dari itu, keahliannya juga bertambah, serta muncul perasaan bangga telah ikut melestarikan kesenian tradisional. Seni budaya harus dilestarikan.

Perlu diketahui bahwa penabuh untuk Guru dan Karyawan ini ada kesulitan yaitu saat latihan tidak berbarengan, kadang ada yang tidak datang akibatnya ada instrumen yang tidak dimainkan. Atau bahkan ada penabuh yang minggu lalu pegang Kendang, minggu ini pegang Slenthem. Sebenarnya kata karawitan sendiri berarti rumit, sulit dan halus. Jadi semakin lama, semakin dalam belajar, maka akan semakin sulit, karena banyak teknik dan cengkok yang harus dipelajari.

Kepala SMP Negeri 8 Surakarta, Triad Suparman, M.Pd menerangkan bahwa latihan karawitan ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi, serta menumbuhkan cinta budaya Indonesia, khususnya Jawa. 

Harapanya setelah para Guru dan Karyawan menguasai karawitan lalu bisa menularkan keahliannya kepada Peserta Didik. Yang jelas Guru harus bisa lebih dulu terutama yang mempunyai bakat. Total jumlah Guru yang ada di SMP Negeri 8 Surakarta ada 44 orang . Yang ikut karawitan separuh lebih dari jumlah itu.

Berlatih karawitan sangat penting untuk melestarikan budaya. Karawitan merupakan kesenian yang nilainya tinggi. Kesenian ini merupakan warisan nenek moyang yang jarang orang mau belajar. Apabila tidak ada upaya melestarikan tentu saja bisa punah. Kebetulan banyak waktu luang Guru, karena pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran tatap muka terbatas, dimanfaatkan untuk kegiatan yang meningkatkan kompetensi guru. 

Sri Suprapti, Sie Publikasi SMP Negeri 8 Surakarta, berharap semoga dengan melestarikan budaya dengan berlatih karawitan ini membuat kesenian ini tidak berhenti. Dengan karawitan ini selain menjadi hobi, juga menjadi hiburan agar tidak terlalu stres karena pandemi, termasuk melestarikan budaya Jawa. (Sofyan)


Baca juga: Mahasiswa Unisri Membantu Pelayanan Pembaruan KTP Online


1 komentar:


Top