STRATEGIS PEDAGOGIS PENDIDIKAN SEJARAH

Print Friendly and PDF

STRATEGIS PEDAGOGIS PENDIDIKAN SEJARAH

Oleh : Nitha Rahayu, S.Pd

SMA Negeri 1 Slogohimo, Wonogiri Jawa Tengah

Nitha Rahayu, S.Pd


       Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat pada pendekatan cronicle dan cenderung menuntut anak agar menghapal sesuatu peristiwa. Siswa tidak dibiasakan untuk mengartikan suatu peristiwa guna memahami dinamika suatu perubahan. Untuk siswa sekolah menengah, sejarah harusnya menjadi alat untuk memahami segala macam peristiwa yang terjadi. Mereka sudah seharusnya dibiasakan berdialog dengan lingkungan, memilih-milih persoalan yang ada, sehingga mereka biasa memahami adanya dinamika dari suatu perubahan. Berbicara tentang strategi pedagogis sejarah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai. Salah satu komponen yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut adalah kurikulum. Artinya kurikulum menjadi acuan strategi pedagogis, agar cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan Undang-undang Dasar 1945 dapat terwujud.

       Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana tertulis dan dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah kurikulum termuat berbagai komponen seperti, tujuan, konten dan organisasi konten, proses yang menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan asesmen hasil belajar. Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dapat pula berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan evaluasi kurikulum atau program. Sejak Indonesia merdeka, telah beberapa kali terjadi perubahan kurikulum dan mata pelajaran sejarah berada di dalamnya. Akan tetapi materi-materi yang diberikan dalam kurikulum sering mendapat kritik dari masyarakat maupun para pemerhati sejarah baik dari pemilihannya, teori pengembangannya dan implementasinya yang seringkali digunakan untuk mendukung kekuasaan

       Masalah lainnya yang juga penting dalam pembelajaran sejarah adalah mengenai sistem pengajaran. Bagaimana guru dapat menyajikan materi sehingga dapat menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Mengingat materi pelajaran sejarah pada umumnya menyangkut kehidupan manusia pada masa lalu, guru dituntut untuk dapat mengemas materi pelajaran sejarah dengan baik dan menyenangkan, misalnya dengan cara mengunjungi obyek-obyek tinggalan sejarah. Berbagai bentuk peninggalan - sejarah yang ada di Indonesia dapat dijadikan sumber sejarah (sumber benda selain sumber tertulis dan sumber lisan), dapat berupa bangunan-bangunan bersejarah, candi, monument dan sebagainya.

       Sudah bukan rahasia lagi, bahwa Sejarah merupakan mata pelajaran yang tidak menarik, membosankan, sulit dan lain-lain yang menunjukkan sebenarnya siswa tidak menyukai pelajaran itu. Keadaan ini dapat diperparah jika guru yang mengajarkannya monoton, terlalu teoretis, dan abstrak, kurangnya buku ajar, ditambah kurikulum yang selalu berubah. Sementara misi yang diembannya begitu penting. Suatu hal yang sangat ironis.

       Untuk menarik siswa dalam belajar sejarah maka diadakan Program Lawatan Sejarah. Program  ini merupakan salah satu bentuk kegiatan agar pembelajaran sejarah dilakukan secara menyenangkan dan lebih efektif dalam mencapai tujuan. Fokus kunjungan adalah situs-situs bersejarah yang merupakan orientasi nilai-nilai perjuangan dan persatuan untuk memperkokoh integrasi bangsa. Paling tidak ada tiga aspek yang melekat pada Lawatan Sejarah yakni: edukatif, inspiratif dan rekreatif. Sejarah itu sendiri memiliki nilai edukatif yang dapat memberikan wawasan yang sifatnya mendidik, seperti ungkapan "belajarlah dari sejarah" atau "...sejarah telah mengajarkan kepada kita...." Dsb. Hasil yang diharapkan dari kata-kata tersebut adalah wisdom yakni kearifan atau kebijakan. Tentu akan menyenangkan bila belajar sejarah dilakukan dengan berekreasi dan melihat sendiri tinggalan-tinggalan yang ada. Sementara, sejarah juga akan memberikan inspirasi bagi para siswa sehingga dapat menggerakkan sikap dan perilaku yang berbekal nilai-nilai sejarah dan perjuangan, seperti cinta tanah air, rela berkorban, sikap solidaritas dan semangat persatuan.

       Akhirnya, perlu ditegaskan kembali bahwa pendidikan sejarah sesungguhnya merupakan sarana yang sangat penting dalam penanaman nilai-nilai nasionalisme dan perjuangan bangsa. Jika sejarah dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan, maka menjadi tugas semua pihak, bukan hanya guru sejarah semata, melainkan juga sejarawan dan para pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum, untuk mencari solusi pemecahan atas masalah ini.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top