PAJAK PENDIDIKAN VS UTANG NEGARA

Print Friendly and PDF

PAJAK PENDIDIKAN VS UTANG NEGARA

Oleh: Ernawati, S.Pd.SD
Guru SD Negeri 1 Gemawang, Ngadirojo, Wonogiri Jawa Tengah

Ernawati, S.Pd.SD



Akhir-akhir ini santer berita, bahwa pemerintah akan memberlakukan Pajak Pertambahan (PPN) bagi jasa pendidikan. Kebijakan itu kemudian memunculkan berbagai argumen yang pro dan kontra.

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan RI memberikan keterangan, kebijakan bebas PPN bagi jasa pendidikan selama ini dianggap tidak memenuhi rasa keadilan (tribunnews.com, 14 Juni 2021). Ditjen Pajak beralasan, kebijakan bebas PPN diterapkan tanpa memperhatikan kelompok dan jenisnya. Sebagai contoh les privat berbiaya tinggi maupun pendidikan gratis sama-sama tidak dikenai pajak. Sehingga pemerintah beranggapan kebijakan bebas pajak itu tidak tepat sasaran.

Karena itulah pemerintah kemudian menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang di dalamnya memuat kebijakan PPN untuk pendidikan. Tujuannya agar penerapan PPN terhadap pendidikan dapat memenuhi rasa keadilan dengan mengurangi distorsi dan menghilangkan fasilitas yang tidak efektif. Pada akhirnya nanti akan meningkatkan kepatuhan pajak dan pendapatan negara.

Di lain pihak, argumentasi kontra kebijakan tersebut juga meluncur di berbagai lini massa. Salah satunya terlontar dari Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar yang menyatakan bahwa pengenaan pajak jasa pendidikan tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 (jpnn.com, 15 Juni 2021).

Menurutnya, ketidaksesuaian itu ditunjukkan dari Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi, tujuan negara Indonesia yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pengenaan pajak pendidikan juga tidak sesuai dengan amanat reformasi yang menyatakan anggaran untuk pendidikan harus ditetapkan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal itu bertujuan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan meringankan beban biaya pendidikan masyarakat.

Pentingnya pendidikan juga tertuang dalam pasal 31 UUD 1945. Pada ayat 1 sudah menegaskan, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Namun, argumentasi-argumentasi yang berlalu-lalang saat ini belum membahas mengenai penggunaan utang luar negeri pemerintah Indonesia dan hubungannya dengan pajak pendidikan.

Utang luar negeri pemerintah Indonesia pada kuartal pertama 2021 mencapai 203,4 dollar atau setara Rp 2.908,6 triliun.

Menurut rilis dari website resmi Kementerian Keuangan, belanja negara pada APBN 2020 mencapai 2.540,4 triliun sedangkan pendapatan negara sebesar Rp 2.233,2 triliun. Adapun anggaran pendidikannya sebesar Rp 508,1 triliun.

Di situ terlihat, bahwa APBN Indonesia mengalami defisit yang sangat besar. Kondisi seperti inilah yang diduga membuat pemerintah kemudian mengajukan RUU agar dapat memungut pajak di beberapa sektor, termasuk pendidikan.

Kita tentu bertanya-tanya mengenai bagaimana pemanfaatan anggaran pendidikan dan utang luar negeri sebanyak itu. Kementerian Keuangan dalam website resminya, kemenkeu.go.id menjelaskan, negara berutang karena pemerintah ingin mengakselerasi pembangunan infrastruktur demi mengejar ketertinggalan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah saat ini mengambil kebijakan fiskal ekspansif di mana belanja negara lebih besar dari pada pendapatan negara untuk mendorong perekonomian tetap utuh.

Dari pernyataan Kementerian Keuangan tersebut dapat dilihat, bahwa pemerintah menarik utang dalam jumlah besar demi membangun infrastruktur yang berakibat belanja negara lebih besar dari pada pendapatan negara.

Alhasil, negara harus bekerja keras untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negara tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menggenjot penerimaan pajak. Sektor pendidikan pun kemudian tidak luput dari pungutan pajak.

Kita bisa melihat, bahwa salah satu akar permasalahan ini adalah utang luar negeri yang luar biasa besar, sehingga membuat ketimpangan antara belanja dan pendapatan negara,

Maka, salah satu solusi mengenai polemik pajak pendidikan ini adalah pemerintah tidak boleh lagi menambah utang luar negeri. Pembangunan infrastruktur sebaiknya hanya boleh menggunakan sumber dana dalam negeri. Dengan demikian utang negara akan terkendali dan pada gilirannya pemerintah tidak perlu menarik pajak pendidikan untuk menutup defisit keuangan negara.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top