Kerajinan Anyaman Bambu Karang Lor Manyaran Wonogiri

Print Friendly and PDF

Trisno Diyanto saat menganyam bambu



Kerajinan Anyaman Bambu Karang Lor Manyaran Wonogiri

Penuhi Pesanan Sampai Luar Negeri


Wonogiri - Dusun Sidoharjo Desa Karang Lor yang berada di Kecamatan Manyaran Wonogiri, bagi sebagian masyarakat setempat mengenalnya sebagai desa sentra  kerajinan anyaman bambu. Pasalnya di tempat inilah para penduduk setiap harinya disibukkan dengan membuat berbagai motif dan jenis anyaman bambu. Salah satu tempat kerajinan yang tidak asing adalah kerajinan bambu milik bapak Widiyatno yang berdiri sejak tahun 1989.
     Berbagai karya anyaman dari bahan baku bambu seperti lampu duduk, pot bunga besar maupun kecil, tempat pensil, tempat tisu, rantang bambu, tenong bulat, nampan berbagai ukuran yang dijual dari harga paling rendah Rp. 5.000,- sampai Rp. 200.000,- tergantung permintaan pemesanan.
     Menurut Tumiyem, istri Widiyatmo mengatakan awal usaha berdiri berkat pelatihan yang diadakan oleh yayasan Yakum membina 200 orang di desa setempat. Setelah pelatihan selesai hanya 20 orang yang berminat menjalankan usaha keranjinan bambu satu diantaranya pak Widiyatmo.
     “Dari pelatihan itu, bapak terus tekun mengembangkan keterampilan menganyam sampai sekarang. Beragam bentuk yang sudah dihasilkan dan dipamerkan bahkan sudah ada permintaan dari Negara tetangga seperti Malaysia dan Taiwan. Kalau dalam negeri pesanan datang dari kota Solo, Yogyakarta, Surabaya dan Pulau Bali pesanan terbanyak sampai 3000 unit. Begitu juga tempat ini pernah dikunjungi turis asing  belajar menganyam,” ungkap dia.
     Lebih lanjut dikatakannya, setiap dua minggu sekali secara rutin mampu memenuhi pesanan jenis oval 100 unit, kotak 25 unit, bingkai 200 unit. Bentuk anyaman kesemuanya  tergantung pesanan yang diinginkan. Selain itu, bambu yang digunakan untuk membuat kerajian tersebut merupakan hasil dari perkarangan sendiri.
     “Usaha ini berjalan dengan bagus karena disini tidak ada pesaing. Jika pesanan banyak kita selalu melibatkan para tetangga yang mahir menyanyam untuk membantu mengerjakannya. Promosi hasil kerajinan lewat pameran yang diadakan oleh Dinas Industri dan perdagangan setempat, setiap ada pameran pasti kita dilibatkan satu tahun ada 6 sampai 7 pameran,” paparnya.
     Disinggung mengenai kendala yang dihadapi, Tumiyem berujar semua hasil kerajinan masih dikerjakan secara manual tidak menggunakan mesin dan tenaga yang mengerjakan masih sedikit sehingga belum mampu memenuhi permintaan dalam jumlah banyak. “Dulu pernah ada yang mau kerjasama tapi kita belum mampu penuhi permintaan pesanan sekali kirim 5000 sampai 10.000 unit. Ada juga penawaran dari Swedia minta 1 mengirimkan sebanyak satu container satu bulan tapi kita menolaknya,” katanya.
     Dijelaskan oleh Tumiyem, selama mengerjakan kerajinan seluruh keluarga dilibatkan. Bahkan anaknya bernama Trisno Diyanto ikut membantu mengikuti jejak bapaknya sebagai perajin anyaman bambu. “Sejak kecil anak saya belajar menganyam dari bapak. Setiap ada waktu longgar selalu membantu menganyam sampai sekarang ini. Selain itu, melatih ektrakurikuler kerajinan menganyam di beberapa sekolah setempat bersama bapak,” ucapnya sambil membawa contoh hasil kerajinan. (Sofyan)
  


1 komentar:


Top